News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Laode M Syarif Sebut Skor Indeks Persepsi Korupsi Juga Dipengaruhi Proses Pembuatan UU

Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif periode 2015-2019 di sela-sela acara Integrity Constitutional Discussion #9 bertajuk Oligarki, Sumber Daya Alam, dan Ancamannya Terhadap Pemilu 2024 di Jakarta Pusat pada Kamis (2/2/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK RI periode 2015-2019 Laode M Syarif berpendapat skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang turun empat poin pada tahun 2022 juga dipengaruhi kebijakan perundang-undangan.

Salah satu indikator yang dipengaruhi, kata dia, adalah indeks World Justice Project.

Indeks tersebut, kata dia, setidaknya melihat dua aspek yakni kualitas aparat penegak hukum dan kualitas proses pembuatan hukum.

Baca juga: KPK Bantah Salah Satu Faktor Penyebab Anjloknya IPK Indonesia 2022 karena TWK 2020

Hal tersebut disampaikannya di sela-sela acara Integrity Constitutional Discussion #9 bertajuk "Oligarki, Sumber Daya Alam, dan Ancamannya Terhadap Pemilu 2024" di Jakarta Pusat pada Kamis (2/2/2023).

"Law making process kita ya memang suka tidak suka banyak hal-hal yang harusnya tidak terjadi. Misalnya UU KPK direvisi dalam waktu cuma dua minggu. UU minerba direvisi dalam waktu empat minggu saja," kata Laode.

"Terus revisi UU Mahkamah Konstitusi cepat banget hampir kita nggak tahu itu sudah selesai. UU Cipta Kerja yang akhirnya dinyatakan conditionally incostitution, kok tiba-tiba ada Perppu. Tapi saya kurang tahu Perppu ini sudah masuk dalam perhitungan (IPK tahun ini) atau nggak, tapi kayaknya belum," sambung dia.

Terkait proses pembuatan hukum tersebut, kata dia, termasuk juga dalam keterlibatan publik.

"Ya, termasuk partisipasi publik," kata Laode.

Menurutnya ada beberapa faktor penyebab IPK Indonesia turun di antaranya adalah terkait dengan kualitas penegakan hukum dan kualitas demokrasi.

Baca juga: Anjloknya IPK Indonesia 2022 Dinilai ICW Sebagai Gagal Total Pemberantasan Korupsi Era Jokowi

Terkait hal itu ia menyoroti di antaranya indeks-indeks yang menjadi pertimbangan dalam penilaian terhadap IPK tersebut.

Diketahui tiga indeks yang mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yaitu PRS International Country Risk Guide (dari 48 menjadi 35); IMD World Competitiveness Yearbook (dari 44 menjadi 39); dan PERC Asia Risk Guide (dari 32 menjadi 29).

"Kebebasan berpendapat dianggap sangat terbatasi sekarang. Bahkan mereka mengatakan bahwa kita cenderung kepada pemerintahan yang mengarah kepada sesuatu yang tidak demokrasi, saya nggak mau menyebutnya kayak apa," kata dia. 

"Tapi anda bayangkan, Filipina tangan besi presidennya, Duterte, begitu kan, turun di bawah kita. Kita dianggap mendekati yang itu. Jadi sehingga memang itu perlu disikapi," sambung dia.

Selain itu, ia juga menyoroti sejumlah indeks yang skornya masih terbilang rendah.

Indeks tersebut yaitu World Justice Project - Rule of Law Index (dari 23 menjadi 24) dan Varieties of Democracy Project (dari 22 menjadi 24).

Selain itu ia juga menyoroti sejumlah indeks yang stagnan di antaranya Global Insight Country Risk Ratings (47).

"Jadi dari segi kualitas demokrasi khususnya yang dipertontonkan oleh aktor politik dan partai politik, yang varieties of democracy project itu, ya nilainya masih segitu," kata dia.

Baca juga: Skor IPK 2022 Turun, KPK: Pekerjaan Rumah yang Harus Dicarikan Solusinya

"Apalagi ditambah misalnya banyak sekali hal-hal yang terjadi baik itu di Mahkamah Agung, di Kepolisian, itu banyak kejadian-kejadian yang betul-betul tidak seperti yang kita inginkan," kata dia.

Diberitakan sebelumnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun empat poin dari tahun sebelumnya.

Saat ini, IPK Indonesia berada di angka 34.

Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara yang dilibatkan. 

Penurunan IPK Indonesia pada tahun 2022 dinilai sebagai yang terburuk sepanjang reformasi.

"CPI (Corruption Perceptions Index) Indonesia 2022 kita berada di 34, rangking 110. Dibanding tahun lalu, turun empat poin dan turun 14 rangking-nya," ucap Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko dalam jumpa pers di Pullman Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).

Skor IPK Indonesia di 2022 setara dengan negara-negara seperti Bosnia-Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal, dan Sierra Leone.

Sementara, di level ASEAN, Indonesia berada di bawah Singapura dengan IPK 83, Malaysia 47, Timor Leste dan Vietnam 42, dan Thailand 36.

Wawan mengatakan, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak dua poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak tahun 2012.

Situasi itu, terang dia, memperlihatkan respons terhadap praktik korupsi masih berjalan lambat bahkan terus memburuk akibat minimnya dukungan nyata dari para pemangku kepentingan.

"Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995," kata Wawan.

Wawan menyebut terdapat delapan indikator penyusunan IPK. 

Tiga indeks mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yaitu PRS International Country Risk Guide (dari 48 menjadi 35); IMD World Competitiveness Yearbook (dari 44 menjadi 39); dan PERC Asia Risk Guide (dari 32 menjadi 29).

Indeks yang mengalami kenaikan yaitu World Justice Project - Rule of Law Index (dari 23 menjadi 24) dan Varieties of Democracy Project (dari 22 menjadi 24).

Sementara tiga yang stagnan yaitu Global Insight Country Risk Ratings (47); Bertelsmann Foundation Transform Index (33); dan Economist Intelligence Unit Country Ratings (37).

Secara global, Denmark negara yang menempati posisi pertama dengan IPK 90. 

Diikuti oleh Finlandia dan Selandia Baru dengan skor IPK 87.

Menurut Wawan, institusi demokrasi yang kuat dan penghormatan besar terhadap hak asasi manusia juga menjadikan negara-negara tersebut menjadi negara paling damai menurut Global Peace Index.

Sementara itu, Sudan Selatan (13), Suriah (13) dan Somalia (12) yang seluruhnya terlibat konflik berkepanjangan tetap berada di posisi bawah. 

Selain itu, sebanyak 26 negara di antaranya Qatar (58), Guatemala (24), dan Inggris (73), berada di posisi terendah dalam sejarah tahun ini.

Diketahui, organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik itu rutin mengeluarkan skor IPK setiap tahunnya. 

Skor berdasarkan indikator 0 atau sangat korup hingga 100 yang berarti sangat bersih.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini