TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi mengungkapkan, kondisi terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E jelang sidang putusan Majelis Hakim.
Bharada E telah menjalani sidang dengan agenda dakwaan, pembuktian, tuntutan, hingga duplik.
Kini Bharada E pun tengah menunggu sidang vonis yang bakal digelar Rabu, 15 Februari 2023 mendatang.
Jelang sidang vonis, Bharada E disebut mengalami perubahan pola tidur.
Kondisi tersebut sudah dialami Bharada E sejak dirinya mendengar tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) pada 18 Januari 2023 lalu.
Bharada E dituntut 12 tahun pidana penjara oleh JPU dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Baca juga: Bharada E Merasa Diperalat, Disia-siakan hingga Dibohongi Ferdy Sambo dan Kejujurannya Tak Dihargai
"Eliezer memang mengalami perubahan pola tidur sejak mendengar tuntutan dari jaksa penuntut umum."
"Jadi kalau malam dia lebih sulit tidur, jadi berubah kalau pagi ngantuknya," kata Edwin, dikutip dari youTube KompasTv, Senin (6/2/2023).
Menurut Edwin, selama pengawasan yang dilakukan pihaknya sejauh ini, Bharada E tak pernah mengalami perubahan siklus tidur yang signifikan.
Namun setelah sidang tuntutan, Bharada E disebut sulit tidur karena mentalnya merasa tertekan.
Edwin menuturkan, tuntutan 12 tahun penjara tersebut merupakan pukulan bagi Bharada E.
"Jadi memang kalau malam sulit tidur, tuntutan itu pukulan buat Eliezer, tuntutan 12 tahun tidak mudah baginya."
"Ya sepertinya tertekan, sebelumnya dari pengamatan dari LPSK tidak ada perubahan siklus tidur," ujarnya.
Meski demikian, kata Edwin, Bharada E dengan sikap dewasanya tak pernah memperlihatkan secara berlebihan rasa tekanan yang dialami dirinya.
"Eliezer menurut kami memang orang yang cukup matang dan dewasa, sehingga meskipun tuntutan itu memukul secara psikis tapi dia kan tidak bereaksi secara berlebihan," ucapnya.
Edwin juga menyampaikan harapan Bharada E agar bisa mendapatkan vonis yang lebih rendah dari tuntutan JPU.
"Eliezer berharap vonis padanya bisa lebih rendah. Bukan soal status justice collaborator tapi karena kejujurannya itu," ujar Edwin.
Baca juga: Tangis dan Harapan Ibunda Bharada E Jelang Vonis Kasus Kematian Brigadir J: Semoga yang Paling Baik
Bharada E Merasa Kejujurannya Tak Dihargai
Sebelumnya, Bharada E tampak sangat emosional saat membacakan nota pembelaan atau pledoinya.
Terutama terkait perintah yang akhirnya mengantarkannya menyandang status terdakwa ini.
Ia menjelaskan, usia mudanya ternyata harus dijalani 'sia-sia' hanya karena terlalu polos menuruti perintah Ferdy Sambo.
Bharada E mengaku sangat percaya dengan atasannya itu.
Ia menyadari bahwa dirinya merupakan seorang prajurit berpangkat rendah yang berusaha untuk mengabdi secara tulus.
Baca juga: Bakal Hadir Dalam Sidang Vonis Anaknya, Ini Harapan Ibunda Bharada E kepada Majelis Hakim PN Jaksel
Namun ketulusannya itu disalahgunakan oleh sang atasan yang ia sebut telah memperalat, membohongi dan menyia-nyiakan dirinya.
"Di usia saya ini, tidak pernah terpikirkan, ternyata oleh atasan, di mana saya bekerja memberikan pengabdian, kepada seorang Jenderal berpangkat bintang dua yang sangat saya percaya dan hormati, di mana saya yang hanya seorang prajurit rendah berpangkat Bharada yang harus mematuhi perkataan dan perintahnya, ternyata saya diperalat, dibohongi dan disia-siakan," kata Bharada E saat membacakan pledoinya, Rabu (25/1/2023).
Ia pun merasa sakit hati karena kejujurannya tidak dihargai, bahkan dirinya kini dipandang seperti musuh.
"Bahkan kejujuran yang saya sampaikan tidak dihargai, malahan saya dimusuhi," jelas Richard Eliezer.
Kejujuran Bharada E juga dinilai tak dihargai oleh JPU.
Sebab 12 tahun pidana penjara menurutnya bukan harga yang pantas dari sebuah kejujuran.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Fitri Wulandari)