TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat Komisaris Independen Wijaya Karya (WIKA) Beton Dadan Tri Yudianto dan penyanyi jebolan Indonesian Idol Windy Yunita Ghemary sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap hakim agung.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, keduanya bisa dijerat sebagai tersangka sepanjang ditemukan alat bukti soal keterlibatan mereka.
Keduanya diketahui merupakan pihak yang dicekal ke luar negeri dalam perkara suap Mahkamah Agung (MA) ini.
"Jadi basisnya kecukupan alat bukti, siapa pun itu, pasti kami tetapkan sebagai tersangka, termasuk dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung ini," kata Ali, Rabu (8/2/2023).
Ali memastikan proses penyidikan kasus suap di MA ini tidak akan berhenti sepanjang ada informasi keterlibatan pihak lain.
Informasi tersebut, kata Ali, akan diperkaya dengan memeriksa saksi dan pihak terkait.
"Tentu prinsipnya begini, proses penyidikan KPK tidak pernah berhenti dalam satu titik, sehingga ketika ada informasi dan data terus kami kembangkan, kami dalami, klarifikasi, panggil saksi-saksi, sehingga harapannya konstruksinya menjadi utuh, sehingga siapa yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum berdasarkan alat bukti yang cukup pasti kami tetapkan tersangka," katanya.
Namun, Ali belum berani memastikan kapan pengembangan perkara ini akan dinaikkan ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka baru.
Pasalnya, Ali menyebut proses penyidikan dengan tersangka sebelumnya masih berjalan.
"Tunggu dulu nanti perkembangannya sepeti apa, karena ini masih berjalan," ujar Ali.
KPK telah mencegah Komisaris Independen PT WIKA Beton Dadan Tri Yudianto dan penyanyi jebolan ajang pencarian bakat Indonesian Idol Windy Yunita Ghemary.
Pencegahan berkaitan dengan kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.
"Betul, saat ini KPK melakukan cegah bepergian ke luar negeri terhadap dua orang wiraswasta. Kedua orang dimaksud diduga memiliki pengetahuan terkait dengan perkara ini," ujar Ali Fikri, Kamis (19/1/2023).
Dadan dan Windy Idol dicegah ke luar negeri selama enam bulan sejak 12 Januari 2023 hingga 12 Juli 2023.
Pencegahan dilakukan agar saat tim penyidik membutuhkan keterangan mereka tengah berada di Indonesia.
"KPK berharap keduanya kooperatif hadir untuk setiap penjadwalan pemanggilan yang disampaikan tim penyidik," kata Ali.
Baca juga: KPK Periksa Mahendra Dito Terkait Kasus Pencucian Uang Eks Sekretaris MA Nurhadi
Adapun nama Dadan sebelumnya muncul dalam dakwaan dua pengacara yang menyuap Hakim Agung, Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno.
Dakwaan itu dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung beberapa hari lalu.
Keduanya merupakan kuasa dari debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka.
Ia disebut menjadi penghubung Heryanto Tanaka dengan Sekretaris MA, Hasbi Hasan terkait kasasi perkara pidana KSP Intidana.
Putusan kasasi itu menyatakan, pengurus KSP Intidana bernama Budiman Gandi Suparman dihukum 5 tahun penjara.
Dadan kemudian meminta uang atas pengurusan perkara itu kepada Heryanto Tanaka.
“Selanjutnya Heryanto Tanaka memerintahkan Na Sutikna Halim Wijaya untuk mentransfer uang dengan total Rp 11.200.000.000,” sebagaimana dikutip dari dakwaan Jaksa KPK.
Baca juga: KPK Periksa 4 Hakim Agung di Gedung MA
Na Sutikna diketahui merupakan bagian keuangan PT Tarunakusuma Purinusa.
Sebelumnya, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap hakim, sejumlah pegawai MA, dan pengacara.
Mereka diduga melakukan tindak pidana suap pengurusan perkara kasasi KSP Intidana di Mahkamah Agung.
Sampai saat ini, sebanyak 14 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebanyak dua di antaranya merupakan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Kemudian, tiga Hakim Yustisial MA bernama Elly Tri pangestu, Prasetyo Utomo, dan Edy Wibowo. Edy terjerat dalam kasus yang berbeda. Ia diduga menerima suap terkait pengurusan kasasi Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar.
Tersangka lainnya adalah staf Gazalba Saleh bernama Redhy Novarisza; PNS kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta PNS MA Albasri dan Nuryanto Akmal. Mereka ditetapkan sebagai penerima suap.
Sementara itu, tersangka pemberi suapnya adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana.