News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Gunakan Sarung Tangan Hitam, Hakim Meyakini Ferdy Sambo Lakukan Penembakan Kepada Brigadir J 

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (31/1/2023). Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan Ferdy Sambo melakukan penembakan kepada Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J di Duren Tiga.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyatakan bahwa Ferdy Sambo melakukan penembakan kepada Nofriansyah Yoshua Hutabarat di Duren Tiga.

Hal itu diungkapkan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan saat membacakan analisa fakta terhadap vonis Ferdy Sambo, dalam sidang, Senin (13/2/2023).

"Menimbang bahwa berdasarkan keterangan terdakwa dan saksi Richard Eliezer, Samuel, Romer, saksi ahli Fira, Farah dan Sumirat. Berdasarkan yang hal yang telah diuraikan Majelis Hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa telah melakukan penembakan kepada Yoshua Nofriansyah Hutabarat dengan senjata api jenis glock yang waktu itu digunakan sarung tangan berwarna hitam," kata Majelis Hakim di persidangan.

Majelis hakim melanjutkan menimbang bahwa bantahan terdakwa mengenai istrinya Putri Candrawathi tidak ikut menemui Richard Eliezer berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.

"Istri terdakwa Putri Candrawathi tak lama bersama dengan saksi Ricky Rizal Wibowo, Kuat Maruuf dan Richard Eliezer dan korban Joshua menuju rumah Duren Tiga 46. Untuk melakukan isolasi mandiri seperti apa yang diterangkan oleh saksi Daden dan Romer," kata Majelis Hakim.

Kemudian Majelis Hakim mengungkapkan menimbang bahwa jika benar Putri Candrawathi akan melakukan isolasi mandiri karena protokol kesehatan dan adanya balita di dalam rumah.

"Menjadi pertanyaan mengapa saksi Susi tidak sekalian bersama padahal suadara mengetahui saudara Susi ikut perjalanan ke Magelang," tegas majelis hakim.

Baca juga: Hakim: Perilaku Putri Tak Tunjukan Profil Umum Korban Kekerasan Seksual

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. 

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Baca juga: Sidang Vonis Ferdy Sambo Cs, Karangan Bunga Warnai Halaman Depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut seluruh terdakwa.

Mantan Kadiv Propam Polri sekaligus otak dari rencana pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Sementara sang istri yakni Putri Candrawathi dituntut pidana 8 tahun penjara.

Kepada Ferdy Sambo, jaksa tidak menemukan adanya hal yang meringankan serta tidak adanya alasan pembenar dan pemaaf dalam diri mantan Kadiv Propam Polri itu.

"Bahwa dalam persidangan pada diri terdakwa Ferdy Sambo tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum serta kesalahan Terdakwa Ferdy Sambo," kata jaksa dalam tuntutannya yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Baca juga: 7 Fakta Jelang Sidang Vonis Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Hari ini

Atas hal itu, terdakwa Ferdy Sambo harus diwajibkan menjalani pertanggungjawaban pidananya atas kasus tersebut.

Sehingga menurut jaksa, tidak ada dasar dari penuntut umum untuk membebaskan Ferdy Sambo dari jerat hukum.

"Bahwa Terdakwa Ferdy Sambo tersebut dalam kesehatan jasmani dan rohani serta tidak diketemukan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf yang membebaskan dari segala tuntutan hukum atas perbuatannya sebagaimana pasal 44 sampai 51 KUHP maka terhadap Terdakwa Ferdy Sambo SH, S.iK MH harus lah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya," tukas jaksa.

Sementara kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, jaksa menuntut pidana 12 tahun penjara.

Selanjutnya untuk kedua terdakwa lainnya yakni Bripka RR dan Kuat Ma'ruf sama-sama dituntut delapan tahun penjara.

Jaksa menyatakan, seluruh terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama yang membuat nyawa seseorang meninggal dunia sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tuntutan-tuntutan itu kemudian disanggah oleh para terdakwa melalui sidang agenda pembacaan pleidoi.

Baca juga: Perlawanan Kubu Brigadir J Jika Vonis Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Lebih Rendah dari Tuntutan

Secara umum, pleidoi para terdakwa memuat bantahan-bantahan atas kesimpulan JPU yang tertuang di dalam materi tuntutan. 

Mereka juga memohon agar Majelis Hakim membebaskannya dari tuntutan.

Terkait pleidoi itu, jaksa juga melayangkan bantahan dalam replik.

Secara garis besar, jaksa menolak pleidoi para terdakwa karena dianggap tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.

"Uraian pledoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata jaksa dalam persidangan pada Jumat (27/1/2023).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini