News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Hakim: Sambo Punya Pengalaman Penyidik 20 Tahun Tapi Enggan Bawa Putri Candrawathi Visum

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ferdy Sambo, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Terhadap dalil kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi, hakim menilai ada ketidaksesuaian pengalaman Sambo dengan sikap yang dilakukan.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim membacakan putusan untuk terdakwa eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Terhadap dalil kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi, hakim menilai ada ketidaksesuaian pengalaman Sambo dengan sikap yang dilakukan.

Pasalnya saat sang istri mengaku alami kekerasan seksual, Sambo tidak membawanya ke dokter atau rumah sakit untuk melakukan visum et repertum.

Baca juga: Pertimbangkan Hasil Tes Poligraf Soal Kekerasan Seksual, Hakim: Putri Candrawathi Terindikasi Bohong

"Mendengar peristiwa kekerasan yang terjadi pada istrinya, terdakwa tidak melakukan visum et repertum terhadap istrinya dengan membawa istrinya ke dokter atau rumah sakit," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso membacakan pertimbangan hukum.

Padahal kata hakim, terdakwa Ferdy Sambo memiliki pengalaman sebagai penyidik Polri lebih dari 20 tahun. Namun terdakwa dalam keterangannya di persidangan mengaku itu adalah kesalahannya.

"Terdakwa hanya mengatakan itu kesalahan terdakwa. Padahal diketahui terdakwa memiliki pengalaman yang tinggi selaku penyidik lebih dari 20 tahun," ungkapnya.

Atas hal itu, maka tidak adanya visum atau rekam medis terhadap dugaan kekerasan seksual yang dialami Putri Candrawathi sebagaimana penjelasan Pasal 24 ayat (3) huruf b UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Adapun kata hakim, alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut yakni alat bukti dalam KUHAP, alat bukti elektronik atau dokumen elektronik, dan barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.

Baca juga: Cermati Vonis Ferdy Sambo, Pakar Khawatir Hal yang Meringankan Masuk Pertimbangan Hakim

"Sehingga tidak adanya bukti rekam medis yang didapatkan jika dalil kekerasan seksual yang dialami oleh Putri," katanya.

Sebagai informasi, hari ini, Senin (13/2/2023) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang pembacaan vonis untuk terdakwa Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.

Sebelumnya dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Sambo dihukum penjara seumur hidup. Sementara sang istri dituntut pidana penjara 8 tahun.

Kepada Ferdy Sambo, jaksa tidak menemukan adanya hal yang meringankan serta tidak adanya alasan pembenar dan pemaaf dalam diri yang bersangkutan.

Untuk diketahui, dalam perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut seluruh terdakwa.

Otak dari rencana pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Sementara sang istri yakni Putri Candrawathi dituntut pidana 8 tahun penjara.

Kepada Ferdy Sambo, jaksa tidak menemukan adanya hal yang meringankan serta tidak adanya alasan pembenar dan pemaaf dalam diri mantan Kadiv Propam Polri itu.

Baca juga: Pendukung Ferdy Sambo, Richard Eliezer hingga Putri Candrawathi Datangi Pengadilan Negeri Jaksel

"Bahwa dalam persidangan pada diri terdakwa Ferdy Sambo tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum serta kesalahan Terdakwa Ferdy Sambo," kata jaksa dalam tuntutannya yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Atas hal itu, terdakwa Ferdy Sambo harus diwajibkan menjalani pertanggungjawaban pidananya atas kasus tersebut.

Sehingga menurut jaksa, tidak ada dasar dari penuntut umum untuk membebaskan Ferdy Sambo dari jerat hukum.

"Bahwa Terdakwa Ferdy Sambo tersebut dalam kesehatan jasmani dan rohani serta tidak diketemukan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf yang membebaskan dari segala tuntutan hukum atas perbuatannya sebagaimana pasal 44 sampai 51 KUHP maka terhadap Terdakwa Ferdy Sambo SH, S.iK MH harus lah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya," tukas jaksa.

Sementara kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, jaksa menuntut pidana 12 tahun penjara.

Selanjutnya untuk kedua terdakwa lainnya yakni Bripka RR dan Kuat Ma'ruf sama-sama dituntut delapan tahun penjara.

Jaksa menyatakan, seluruh terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama yang membuat nyawa seseorang meninggal dunia sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tuntutan-tuntutan itu kemudian disanggah oleh para terdakwa melalui sidang agenda pembacaan pleidoi.

Secara umum, pleidoi para terdakwa memuat bantahan-bantahan atas kesimpulan JPU yang tertuang di dalam materi tuntutan.

Mereka juga memohon agar Majelis Hakim membebaskannya dari tuntutan.

Terkait pleidoi itu, jaksa juga melayangkan bantahan dalam replik.

Secara garis besar, jaksa menolak pleidoi para terdakwa karena dianggap tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.

"Uraian pledoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata jaksa dalam persidangan pada Jumat (27/1/2023).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini