"Mendengar cerita Putri Candrawathi yang seolah benar itu, kemudian para terdakwa meyakini telah terjadi kekerasan seksual atau bahkan lebih dari itu terhadap Putri Candrawathi oleh korban Yosua, sehingga membuat terdakwa sakit hati," kata Hakim Wahyu, Senin.
"Menimbang bahwa karena perasaan sakit hati Putri Candrawathi tersebut terungkap adanya meeting of mind para terdakwa untuk menyingkirkan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," jelasnya.
Baca juga: Sosok Majelis Hakim yang Vonis Ferdy Sambo dengan Hukuman Mati
Hakim Wahyu menyebut, upaya penyingkiran Brigadir J dimulai dengan terdakwa Kuat Maruf meminta Putri Candrawathi menghubungi Ferdy Sambo agar Yosua tidak menjadi duri di dalam rumah tangga.
"Selanjutnya, diikuti dengan perbuatan permulaan berupa pengamanan senjata api jenis HS dan laras panjang jenis stayr yang sering dibawa oleh korban Yosua Hutabarat," kata hakim.
Hakim Wahyu melanjutkan, senjata Brigadir J itu disimpan di dalam dashboard mobil lexus LM nomor B 1 MH.
Sementara itu, senjata laras panjang jenis stayr diletakkan di samping kursi depan.
"Padahal diketahui korban Yosua duduk di mobil lainnya yaitu Lexus RX," imbuhnya.
Tidak Ada Bukti Valid soal Pelecehan Seksual
Hakim Wahyu Iman Santosa juga mengatakan, tak ada bukti valid yang mendukung soal peristiwa pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi.
Wahyu menjelaskan, terdapat dua aturan pengadilan negeri dalam menyidangkan kasus perempuan yang berhadapan dengan hukum yang berkaitan dengan unsur relasi kuasa.
“Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum mengatur bahwa relasi kuasa adalah relasi yang bersifat hirarkis," ungkapnya, Senin, dilansir Wartakotalive.com.
"Kemudian adanya ketidaksetaraan dan atau ketergantungan status sosial, budaya dan atau pendidikan dan atau ekonomi yang menimbulkan kekuasaan suatu pihak pada pihak lainnya,” terang Hakim Wahyu.
Baca juga: Hukuman Mati jadi Hadiah Ulang Tahun ke-50 Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan
Lalu, unsur kedua yang disertakan Hakim Wahyu yakni adanya ketergantungan kepada orang lain karena status sosial, budaya, pendidikan, dan ekonomi.
“Kedua unsur relasi kuasa tersebut menimbulkan adanya ketimpangan relasi kuasa sehingga penyebab terjadinya kekerasan seksual,” katanya.