TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Kepolisian Institute for Security and Stategis Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengkritisi soal proses hukum dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Pihaknya menekankan, seharusnya proses hukum dalam kasus pembunuhan yang melibatkan polisi dan mengkorbankan polisi tersebut menjadi momentum yang dimanfaatkan untuk perbaikan kinerja Polri.
Lantaran dalam kasus tersebut juga menyangkut dengan mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
Jabatan Ferdy Sambo yang berpangkat jenderal bintang dua tersebut, menurut Bambang menjadi tamparan keras bagi Polri.
"Ini menyangkut dengan mantan Kadiv Propam Polri, polisinya polisi dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J."
"Artinya kalau nanti hukuman ini tidak maksimal, tentunya akan menjadi tamparan bagi penegakan hukum terutama bagi Kepolisian."
"Dan yang lebih jauh lagi apakah hukuman ini juga akan memberikan dampak positif bagi perbaikan kinerja kepolisian ke depan," ujar Bambang Rukminto, mengutip dari tayangan YouTube Kompas TV.
Bambang mengatakan, terbukanya kasus terbunuhnya Brigadir J dapat menjadi momentum untuk perbaikan-perbaikan internal Polri.
Namun kalau sebaliknya momentum tersebut tidak dijadikan intropeksi di internal Polri dan tidak dijadikan perbaikan akan mempengaruhi persepsi publik.
"Tentunya akan lepas begitu saja dan kita melihat penegakan hukum akan begini-begini saja dan ini akan jelas sangat dipersepsi negatif oleh publik dan sangat disayangkan sekali."
"Makanya saya mendorong bahwa momentum itu jangan dilewatkan begitu saja, tapi harus ada langkah-langkah konkret terkait dengan perbaikan kinerja di kepolisian," imbuhnya.
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menjalani sidang vonis pada hari ini, Senin (13/2/2023).
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut penjara seumur hidup bagi Ferdy Sambo dan menuntut hukuman 8 tahun untuk Putri Candrawathi.
Dalam proses keduanya pun telah menjalani sidang replik dan duplik.