News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Terlibat Narkoba

Jaksa Perkara Ferdy Sambo Kini Tangani Kasus Irjen Teddy Minahasa, Ini Penjelasan Kejaksaan Agung

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Irjen Teddy Minahasa menjalani sidang perkara peredaran Narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (20/2/2023). Pihak kuasa hukum sempat mempertanyakan soal pergantian jaksa penuntut umum saat sidang.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung buka suara soal pergantian tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara peredaran narkoba yang menyeret Irjen Teddy Minahasa sebagai terdakwa.

Pergantian jaksa penuntut umum itu disebut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana sebagai hal biasa.

Menurutnya, pergantian itu sebagai bentuk penyegaran dalam tim JPU.

Dia kemudian menyinggung kasus Ferdy Sambo, di mana juga terdapat pergantian anggota tim JPU.

"Penambahan, pengurangan, dan pergantian terhadap tim Jaksa Penuntut Umum dalam proses persidangan adalah hal biasa, dimana hal ini juga terjadi dalam perkara terdakwa Ferdy Sambo yang telah mengganti beberapa tim Jaksa Penuntut Umum," kata Ketut dalam keterangannya pada Senin (20/2/2023).

Lebih lanjut, pergantian anggota tim JPU itu dilakukan karena adanya permintaan dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dalam rangka penguatan proses pembuktian di persidangan.

Baca juga: Ketika Hotman Paris Minta Ketegasan Saksi Soal Asal Usul Sabu dalam Sidang Irjen Teddy Minahasa

"Karena beberapa tim satgas Kejaksaan Agung telah menyelesaikan tugas pada perkara lain sehingga perlu penyegaran," ujarnya.

Pihak Kejaksaan Agung juga menyebutkan bahwa pergantian anggota tim JPU merupakan kewenangan Kejaksaan.

Hal itu berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

Karena itu, Kejaksaan Agung menegaskan agar penasihat hukum terdakwa perkara ini, Hotman Paris tak sepatutnya meminta identitas dari anggota tim JPU yang telah diganti.

Baca juga: Eks Kapolsek Kalibaru Simpan Sabu Irjen Teddy Minahasa di Lemari Kantor

"Pergantian tersebut telah disampaikan pada saat proses pertama kali sidang dibuka. Surat pergantian atau penambahan tim Jaksa Penuntut Umum disampaikan kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut," kata Ketut.

Sebelumnya, Hotman Paris sebagai penasihat hukum Irjen Pol Teddy Minahasa melontarkan keberatan pergantian anggotan tim JPU dalam persidangan Senin (20/2/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

"Di luaran kita dengar terjadi pergantian kejaksaan. Diturunkan jaksa-jaksa dari Kejaksaan Agung," kata Hotman Paris.

Bahkan Hotman Paris mengaku melihat adanya jaksa yang pernah ditugaskan dalam persidangan perkara pembunuhan berencana dengan terdakwa Ferdy Sambo.

Dia pun menuding pergantian tim JPU itu lantaran takut melawan dirinya sebagai pengacara terdakwa.

Baca juga: Kasus Irjen Pol Teddy Minahasa, Polisi Kurir Narkoba Sebut Jenderal Jual Sabu Tak Lumrah

"Sebagian saya lihat ini jaksa dari kasus Sambo. Mungkin terlalu berat melawan pengacara, kami enggak tahu," ujarnya.

Kemudian dia meminta agar Majelis Hakim mengecek surat tugas dari para jaksa penuntut umum yang ditugaskan dalam persidangan hari ini.

Majelis Hakim lantas menanyakan kebenaran pergantian personel itu kepada tim JPU.

Tim JPU kemudian menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-undang 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-undang Kejaksaan RI, komposisi penuntut umum merupakan wewenang Kejaksaan.

"Kami semua yang hadir di muka persidangan saat ini adalah penuntut umum. Lebih lanjut pula di Pasal 2 nya, diatur bahwa jaksa itu satu yang tidak terpisahkan," ujar jaksa penuntut umum di dalam persidangan yang sama.

Meski demikian, Majelis Hakim tetap mengecek surat tugas dari para jaksa penuntut umum yang hadir.

Dari pengecekan itu, Majelis Hakim menemukan ada 10 jaksa yang hadir dari total anggota tim 19 orang.

"Jadi jaksanya ada 19 orang. Yang hadir di sini ada 10. Baik kalau demikian, kita lanjutkan proses persidangan," kata Hakim Ketua, Jon Sarman Saragih.

Kronologi Menurut Dakwaan Jaksa

Sekadar informasi, dalam dakwaan jaksa penuntut umum terungkap kronologi eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa menjual barang bukti narkoba jenis sabu di Jakarta.

Irjen Teddy Minahasa Putra diketahui didakwa memperjualbelikan barang bukti sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak 5 kilogram (kg).

Dari penjualan barang haram itu ia disebut telah mengantongi Rp 300 juta.

Tindakan dugaan penjualan itu dilakukan Teddy bersama mantan anak buahnya, eks Kapolres Bukit Tinggi AKBP Dody Prawiranegara.

Dody kemudian dibantu orang kepercayaannya bernama Syamsul Maarif.

Sementara penadah sabu mereka adalah Linda Pudjiastuti.

Mereka berempat didakwa secara bersama-sama dalam dugaan jual beli narkoba.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) mebacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023).

Sabu yang dijual itu merupakan narkoba hasil sitaan Polres Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Saat itu Polres Bukittinggi mengungkap peredaran narkoba dan menyita barang bukti jenis sabu seberat 41,387 kg.

Dody yang saat itu menjabat Kapolres Bukit Tinggi melaporkan kasus ini kepada Teddy Minahasa selaku Kapolda Sumatera Barat.

"Atas laporan tersebut saksi Teddy Minahasa Putra memerintahkan terdakwa untuk dibulatkan menjadi seberat 41,4 (empat puluh satu koma empat) kilogram," ujar jaksa.

Kemudian, kata jaksa, Dody mendapat perintah lagi dari Teddy untuk mengganti barang bukti sabu itu dengan tawas.

Teddy disebut memerintah Dody untuk mengganti sabu itu dengan tawas sebelum dimusnahkan.

Dalihnya, untuk undercover buy dan bonus anggota.

Jaksa menyebut Dody melaksanakan perintah tersebut lantaran takut dengan Teddy.

"Saksi menjawab Syamsul Maarif, bahwa apabila tidak dilaksanakan, maka nantinya saksi Teddy Minahasa Putra akan menjadi marah besar," ujar Jaksa dalam surat dakwaan Dody.

Masih dalam surat dakwaan Dody, menurut jaksa pada 20 Mei 2022 Dody menerima pesan singkat WhatsApp dari Teddy agar minimal menukar seperempat dari total keseluruhan barang bukti.

"Teddy Minahasa Putra mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp kepada Terdakwa dengan kalimat 'mainkan ya mas' dan terdakwa menjawab 'siap jenderal', lalu Saksi Teddy Minahasa Putra menjawab 'minimal seperempatnya' dan terdakwa jawab kembali 'siap 10 jenderal'," kata jaksa.

Namun dalam perjalanannya, kata jaksa, Dody melalui Syamsul Maarif hanya mampu mengganti setengahnya, yakni sebanyak 5 Kg.

"Terdakwa meminta saksi Syamsul Maarif untuk mencarikan tawas seberat 5.000 (lima ribu) gram, meskipun yang diminta oleh Saksi Teddy Minahasa Putra kepada Terdakwa adalah untuk mengambil barang bukti seberat 10.000 (sepuluh ribu) gram, lalu kemudian ditukar dengan tawas," kata jaksa.

Namun ternyata, sabu tersebut dijual. Sabu seberat 5 kilogram diambil dari peti barang bukti yang kemudian diganti tawas.

Sabu itu kemudian dibawa ke Jakarta oleh Dody dan Syamsul.

Setelah itu, sabu diserahkan Linda sebagaimana diperintahkan Teddy.

Jaksa mengatakan, ada dua kali transaksi yang dilakukan oleh Dody dengan Linda.

Pertama yakni penjualan 1 kilogram sabu dengan harga Rp 400 juta.

Uang itu kemudian dipotong Rp 100 juta, sehingga Dody hanya mendapatkan Rp 300 juta.

Uang Rp 300 juta itu kemudian ditukarkan ke mata uang dolar Singapura dengan nilai SGD 27.300 dan diberikan kepada Teddy di kediamannya di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

"Terdakwa menyerahkan paper bag kecil yang di dalamnya berisi mata uang singapura sejumlah SGD 27.300 kepada Saksi Teddy Minahasa Putra dari hasil penjualan narkotika jenis sabu," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaannya.

Dalam penyerahan itu, Teddy sempat protes dan mengatakan bahwa seharusnya Linda hanya mendapatkan 10 persen dari harga Rp 400 juta, bukan mendapatkan Rp 100 juta.

Kemudian penjualan kedua dilakukan. Teddy disebut kembali meminta kepada Dody untuk menjual sabu ke Linda. Ada 2 kilogram yang dijual ke Linda.

Kali ini, Linda menyepakati untuk membeli dengan harga Rp 360 juta per kilogramnya.

Harga ini dilaporkan Dody ke Teddy dan disetujui.

Selanjutnya Teddy Minahasa menghitung-hitung hasil penjualan 2 kg itu kepada Dody bahwa "berarti 720 juta ya mas".

Lalu, dijawab Dody "siap jenderal".

Namun dari Rp 720 juta itu baru dilunasi Rp 200 juta oleh Linda.

Proses penjualan ini dilakukan Dody kepada Linda dengan bantuan Syamsul Maarif.

Belum lunas semua, kasus ini terungkap dari penyelidikan oleh petugas Kepolisian.

Jaksa menyatakan, dari 5 kilogram tersebut, 3 kilogram di antaranya dijual ke Linda.

Sementara 2 kilogram sisanya ada di tangan Dody.

Dody tercatat sudah menerima Rp 500 juta dari Linda, dari kesepakatan penjualan total Rp 1,020 miliar.

Sisanya belum dibayarkan Linda, karena kasusnya sudah terlebih dahulu terungkap.

Dalam kasus ini ada 7 terdakwa di antaranya Aiptu Janto Situmorang; Muhamad Nasir; mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara; mantan Kapolsek Kalibaru Tanjung Priok, Kompol Kasranto; Syamsul Maarif; dan Linda Pujiastuti.

Para terdakwa dalam kasus ini didakwa pasal yang sama, yaitu Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini