TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Alfitra Salamm mengusulkan agar sistem perekrutan Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diubah.
Ia mengusulkan agar sistem perekrutan itu dilakukan seperti tes masuk perguruan tinggi atau universitas yang memiliki metode ujian mandiri.
Adapun hal ini disampaikannya dalam diskusi bertajuk ‘Mendorong Terwujudnya Affirmative Action Calon Perempuan pada Seleksi Penyelenggara Pemilu di Daerah’ yang digelar secara daring, pada Rabu (1/3/2023).
“Mungkin recruitment penyelenggara Pemilu itu diubah seperti universitas, ada jalur mandiri,” ucap Alfitra.
Jalur mandiri ini, lanjut dia, khususnya diperuntukan bagi kalangan perempuan yang ingin menjadi Anggota KPU-Bawaslu.
Sehingga jika calon anggota tersebut dinilai sudah memiliki kompetensi maka tidak perlu dilakukan pengujian.
“Jalur mandiri itu dalam artian, orang yang betul betul sudah bener bener perempuan yang tangguh, yaudah masukin aja. Misalnya bu ida suatu saat masuk KPU, gausah dites lagi bu ida, pasti, udah pasti,” tuturnya.
Di sisi lain, ujian ini juga dapat dilakukan bagi mereka yang mendaftar dari kalangan eksternal KPU-Bawaslu atau pihak yang belum berpengalaman di lembaga penyelenggara Pemilu.
Hal ini, lanjut Alfitra, bertujuan agar kalangan perempuan memiliki peluang besar menjadi calon anggota KPU-Bawaslu.
“Jadi ada jalur mandirinya berapa persen gitu loh. Ada juga yang mengatakan perlu ada jalur yang tes beneran. Jadi kalau tidak menggunakan itu, perempuan yang terbaik akan dibabat habis,” tutur Alfitra.
“Ini saya kira, perlu ada usulan perubahan model-model gaya universitas lah katanya. Ayo dong jalur mandiri dong, satu dua orang gitu, ya kan,” sambung dia.
Alfitra yang juga pernah menjadi Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini menceritakan pengalamannya kala dirinya masih menjabat.
Kala itu, kata dia, dirinya pernah mempersidangkan calon anggota KPU perempuan dari salah satu provinsi.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Serahkan 10.000 Petisi, Dukung DKPP Proses Dugaan Etik Pelanggaran Pemilu
“Dulu waktu saya di DKPP pernah melakukan sidang terhadap calon anggota KPU salah satu di provinsi. Itu ketua KPUnya meloloskan perempuan itu padahal dia nilainya rendah,” tuturnya.
Namun akhirnya dengan mempertimbangkan pentingnya keterwakilan perempuan dalam penyelenggara Pemilu, akhirnya diputuskan bahwa calon anggota tersebut tetap menjadi Anggota.
“Tapi alhamdulillah waktu itu DKPP merehab lah, jadi kami DKPP tetap memprioritaskan permpuan, walaupun nilainya rendah sekali,” kata dia.
“Karena sampai sekarang, afirmatif itu tidak ada dalam regulasi PKPU, mungkin dalam Bawaslu juga tidak ada,” lanjutnya.