TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir meminta PT Pertamina (Persero) untuk mengusut tuntas kasus kebakaran yang terjadi di Depo Bahan Bakar Minyak (BBM) atau Integrated Terminal Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara, Jumat (3/3/2023) malam.
Ia pun mengucapkan belasungkawanya terhadap para korban dan keluarga yang terdampak peristiwa naas ini.
"Innalillahi wa innailaihi rojiun, saya mengucapkan duka cita dan belasungkawa yang sedalam-dalamnya untuk para korban dan tentu keluarga (korban)," kata Erick, dalam video yang ditayangkan Kompas TV, Sabtu (4/3/2023).
Dirinya memerintahkan Pertamina yang merupakan perusahaan di bawah naungan BUMN untuk fokus mengusut kasus ini dan secara cepat menyelamatkan para korban.
Tidak hanya itu, dirinya juga menegaskan bahwa Pertamina harus mengevaluasi sisi operasionalnya untuk mencegah hal serupa terjadi kembali.
"Saya memerintahkan Pertamina untuk segera mengusut tuntas kasus ini. Kita fokus dan cepat selamatkan masyarakat dan harus ada evaluasi operasional untuk ke depannya," jelas Erick.
Erick pun menekankan bahwa dirinya akan mengawal kasus ini hingga selesai.
"Saya akan turut mengawal kasus ini," tegas Erick.
Pengamat Ekonomi Energi, Fahmi Radhi mengatakan bahwa PT Pertamina (Persero) abai terhadap sistem keselamatan (safety system) di kawasan Depo Bahan Bakar Minyak (BBM) atau Integrated Terminal di Plumpang.
Ia pun melihat miris kebakaran yang terjadi ketiga kalinya di Depo Plumpang yang memasok sekitar 25 persen kebutuhan BBM di Indonesia.
"Ini saya kira Depo Plumpang ini sangat yang dia mensupply BBM sekitar 25 persen kebutuhan di Indonesia ini. Nah kebakaran yang ketiga kalinya ini semakin membuktikan bahwa Pertamina itu memang abai terhadap safety system ya," kata Fahmi, dalam tayangan Kompas TV, Sabtu (4/3/2023).
Menurutnya, perusahaan pelat merah itu tidak menerapkan sistem keselamatan berstandar internasional, sehingga peristiwa kebakaran ini mudah terjadi.
Baca juga: Depo Plumpang Kebakaran, Pertamina Diminta Investigasi Sistem Internal Hingga Buka Opsi Relokasi
"Tidak menggunakan standar-standar internasional, sehingga dengan mudah sangat terbakar," jelas Fahmi.
Dirinya menekankan bahwa peristiwa kebakaran di Depo Pertamina Plumpang seharusnya menjadi catatan penting bahwa lokasi tersebut sudah tidak layak untuk menjadi Depo BBM.
Selama ini, kata dia, pipa bensin Pertamina di Depo tersebut melintasi kawasan pemukiman.
"Saya kira (lokasi) itu sudah nggak proper sama sekali ya, karena sebagian pipanya itu kan melewati kawasan penduduk tadi," tutur Fahmi.
Sehingga sudah saatnya Pertamina memindahkan depo ini ke lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk.
"Nah maka solusinya itu memindahkan depo tadi yang jauh dari pemukiman," jelas Fahmi.
Namun karena supply atau pasokan BBM dari depo itu difokuskan ke area DKI Jakarta, maka pemindahan lokasinya pun masih di area Jakarta.
Yang harus dipastikan adalah area tersebut harus jauh dari pemukiman penduduk, untuk menghindari timbulnya korban jiwa jika terjadi ledakan maupun kebakaran, seperti peristiwa kebakaran Depo Pertamina Plumpang.
"Nah karena memang sebagian besar itu kan supply SPBU yang ada di DKI, ya pemindahan tadi masih di area DKI, tetapi yang paling penting adalah itu jauh dari pemukiman," papar Fahmi.
Fahmi menyampaikan, Pertamina bisa mencontoh lokasi penempatan kilang minyak yang jauh dari pemukiman.
Sehingga meskipun beberapa kali mengalami insiden kebakaran, namun tidak menimbulkan korban jiwa.
"Seperti halnya kilang minyak, itu juga jauh dari pemukiman, sehingga beberapa kali terbakar itu tidak menimbulkan korban jiwa. Tapi kalau yang Plumpang ini, nah ini saya kira perlu dicari area yang jauh dari pemukiman tetapi lokasi tadi masih tepat untuk supply ke SPBU-SPBU, khususnya di daerah DKI," pungkas Fahmi.
Terkait para korban luka dalam peristiwa, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan bahwa pihak medis telah terlebih dahulu melakukan triase atau identifikasi pada para korban yang mengalami luka-luka dan telah dibawa ke rumah sakit.
Yang memiliki luka ringan, kata dia, dapat menjalani perawatan di rumah.
Sedangkan mereka yang mengalami luka parah dengan cakupan di atas 80 persen, maka harus mendapatkan perawatan di rumah sakit.
"Tentu kami melakukan triase sesuai prinsip kegawatdaruratan, ada yang memang sudah bisa pulang karena (luka) ringan, tapi juga ada yang (luka parah) di atas 80 persen," kata Widyastuti, di RSUD Koja yang dikutip dari tayangan Kompas TV, Jumat (3/3/2023) malam.