News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perppu Cipta Kerja

Pemerintah Klaim Perppu Cipta Kerja Sudah Penuhi Aspek Kegentingan Memaksa

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebanyak 13 serikat pekerja mengajukan uji formil Perppu Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/1/2023) siang.

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mengklaim pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja sudah memenuhi aspek kegentingan yang memaksa.

Hal ini disampaikan Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi.

Dia mewakili Presiden RI yang dikuasakan kepada Menko Polhukam Mahfud MD, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laolly, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Dalam sidang uji formiil yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Kamis (9/3/2023), Elen mengatakan keberadaan Perppu Cipta Kerja adalah penilaian subjektif Presiden yang juga harus didasarkan pada keadaan yang objektif.

Itu di antaranya kebutuhan undang-undang sangat mendesak untuk menyelesaikan keadaan negara yang dialami masyarakat.

Berdasar hal ini Presiden berhak untuk menetapkan Perppu yang berkedudukan sebagai hak istimewa bagi Presiden.

Elen mengatakan pembuatan Perppu yang lahir dalam kondisi kegentingan memaksa tersebut berlaku dalam waktu yang singkat hingga dicabut atau dijadikan sebagai suatu norma undang-undang.

Baca juga: Disebut Tak Punya Legal Standing Uji Formil Perppu Cipta Kerja, Pemohon Nilai Pemerintah Keliru

“Atas hal ihwal kegentingan memaksa dari lahirnya Perppu Cipta kerja ini sesungguhnya telah terpenuhi, di antaranya kebutuhan penyelesaian masalah hukum secara cepat dan berdasarkan undang-undang,” ucapnya.

Mitigasi Pasca-pandemi Covid-19

Lebih jauh Elen mengatakan bentuk Perppu dipilih agar negara tidak dihadapkan atas panjangnya waktu dan birokrasi yang dibutuhkan dalam merampungkan sebuah Undang-Undang.

Di mana, lanjut dia, keseluruhan sektor yang terdampak Perppu Cipta Kerja tersebut dibutuhkan waktu hingga 17 tahun.

Dikatakan oleh Elen, berbagai aturan UU Cipta Kerja sebelumnya telah mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia pasca-Pandemi Covid-19, sehingga norma tersebut terbukti memberikan manfaat bagi penanaman modal dalam negeri.

Sementara itu tak dapat dipungkiri kerentanan perekonomian global yang terjadi, berdampak pada perekonomian nasional termasuk pula resesi ekonomi pada 2023 ini.

Maka atas kegentingan memaksa pada Perppu Cipta Kerja ini, lanjut Elen, menjadi langkah mitigasi bagi dampak kondisi ekonomi global karena di dalamnya terdapat aktivitas ekonomi berupa investasi dan konsumsi yang saling terkait.

Kenaikan investasi akan mendorong peningkatan lapangan kerja sehingga pendapatan juga akan meningkat serta diikuti dengan peningkatan konsumsi.

Sementara itu, peningkatan konsumsi akan mendorong tambahan permintaan atas barang dan jasa sehingga mendorong investasi.

“Dalam rangka melakukan mitigasi perekonomian Indonesia pasca-UU Cipta Kerja, kerentanan perekonomian global yang berdampak bagi ekonomi nasional, maka langkah yang responsif dan antisipatif perlu dilakukan untuk mengatasi dampak krisis global. Maka dengan ini Presiden perlu menetapkan Perppu,” ucap Elen.

Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji formiil Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Kamis kemarin.

Sidang dengan nomor perkara 5/PUU-XXI/2023 dan 6/PUU-XXI/2023 ini beragendakan mendengarkan keterangan presiden atau pemerintah.

Permohonan Nomor 5/PUU-XIX/2023 diajukan oleh Hasrul Buamona (Dosen Hukum Kesehatan/Pemohon I), Siti Badriyah (Pengurus Migrant Care/Pemohon II), Harseto Setyadi Rajah (Konsultan Hukum/Pemohon III), Jati Puji Santoro (Wiraswasta/Pemohon IV), Syaloom Mega G. Matitaputty (Mahasiswa FH Usahid/Pemohon V), Ananda Luthfia Rahmadhani (Mahasiswa FH Usahid/Pemohon VI), Wenda Yunaldi (Pemohon VII), Muhammad Saleh (Pemohon VIII), dan Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) (Pemohon IX).

Sedangkan permohonan Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2023, diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini