TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh dan organisasi serikat buruh bakal menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada hari ini, Senin (13/3/2023).
Ketua Bidang Infokom dan Propaganda Partai Buruh, Kahar S. Cahyono menyebutkan bahwa demo ini akan diselenggarakan sekira pukul 10.00 WIB dan diikuti ribuan massa aksi.
“Kurang lebih 1.000 (massa aksi),” katanya saat dikonfirmasi, Senin (13/2/2023).
Terkait aksi ini, kahar mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan petugas kepolisian untuk menyiapkan pengamanan.
Adapun dalam aksi ini, partai dan serikat buruh membawa 4 tuntutan yang di antaranya:
1. Tolak Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja
2. Sahkan RUU PPRT
3. Tolak RUU Kesehatan
4. Audit Forensik Penerimaan Pajak Negara - Copot Dirjen Pajak
Janji Aksi Besar-besaran
Partai Buruh berjanji akan menggelar aksi besar-besaran jika empat tuntutannya tidak dikabulkan.
Hal ini disampaikan Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat aksi unjuk rasa di depan kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2023).
Ia memberi peringatan kepada Kementerian Keuangan segera memenuhi tuntutannya.
Jika tidak, dia menyebut akan mengerahkan massa dalam jumlah besar untuk unjuk rasa di berbagai wilayah di seluruh Indonesia.
"Kami kasih waktu 7 x 24 jam. Partai Buruh dan organisasi serikat buruh akan mengorganisir aksi besar-besaran di seluruh Indonesia. Di Jakarta, akan dipusatkan di Kemenkeu," kata Said Iqbal.
"7 x 24 jam. Ini enggak main-main karena berdasarkan berita-berita, kekayaan Ibu Menteri Keuangan pun perlu diperiksa," tambah dia.
Said juga mengatakan dia berharap Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas banyaknya dugaan penyelewengan pajak dalam beberapa waktu terakhir.
Adapun tuntutan Partai Buruh dalam aksi kali ini ialah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan DPR membentuk tim pencari fakta investigasi perpajakan Indonesia
Mereka juga menuntut Dirjen Pajak Suryo Utomo dicopot, mendorong Ditjen Pajak untuk mengaudit forensik penerimaan pajak, serta pembuatan undang-undang tentang pembuktian terbalik harta pejabat.
Sejumlah perwakilan Partai Buruh sempat melakukan audiensi dengan pihak Direktorat Jenderal Pajak.
Namun, tujuan awal aduiensi yang ingin bertemu Dirjen Pajak itu tak terwujud karena tak ada pejabat yang menemui.
Ketua Bidang Infokom dan Propaganda Prtai Buruh Kahar S Cahyono menyebutkan pihaknya kecewa lantaran belum berhasil bertemu Dirjen Pajak.
“Tadi kita sudah ke dalam untuk menyampaikan apa yang menjadi aspirasi kita. nah ketika kita masuk ke dalem, yang membuat kita kecewa yang pertama kita hanya ditemuin di lobi,” kata Kahar kepada wartawan.
“Yang kita tau itu dadakan. Kita menganggap itu bukan sebagai upaya sunguh sungguh untuk mendengarkan aspirasi dari kami,” tuturnya.
Baca juga: Jelang Demo Buruh di Kantor Pajak, Jalan Gatot Subroto Macet
Kekecewaan yang kedua, lanjut dia, perwakilan Partai Buruh justru karyawan biasa yang tidak bisa mengambil keputusan.
“Ketiga, dari empat tuntutan itu tidak ada komitmen ini akan bisa dijalankan,” tuturnya.
Terkait kekecewaan itu, Kahar menyebut pihaknya berjanji akan menggelar aksi yang lebih besar di kantor Kementerian Keuangan beberapa waktu mendatang.
Tolak Perppu Cipta Kerja
Sekitar 15 Ribu mahasiswa dan buruh menggelar aksi demonstrasi meminta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja (Ciptaker) dicabut di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2023).
"Kalau estimasi dari Gebrak (Gerakan Buruh Bersama Rakyat) sendiri kurang lebih 5 ribuan. Mahasiswa juga katanya lima ribuan, tetapi total sekitar 15 ribu," kata Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno saat dikonfirmasi, Selasa.
Dia menuturkan mereka akan meminta DPR RI untuk mencabut Perppu Ciptaker karena secara substansinya masih sama dengan Omnibus Law Ciptaker.
Sunarno menambahkan Perppu Ciptaker akan berdampak pada kaum buruh, petani, mahasiswa, dan tenaga medis.
"Dan juga di sektor lingkungan hidup, jadi tidak hanya di klaster ketenagakerjaan yang kita tolak, tapi semua sebenarnya," imbuhnya.