TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan sejumlah penyitaan dan pemblokiran rekening terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Adapun yang disita KPK yaitu, uang sekira Rp50,7 miliar, emas batangan, beberapa cincin batu mulia, dan empat unit mobil.
"Di samping itu tim juga juga telah membekukan uang dalam rekening sekitar Rp81,8 miliar dan 31.559 dolar Singapura," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (16/3/2023).
Ali mengatakan hingga kini tim penyidik telah memeriksa saksi sekira 90 orang, termasuk ahli digital forensik, ahli accounting forensik, dan ahli dari kesehatan.
Dia menyebut KPK sekarang masih fokus mendalami pembuktian unsur pasal suap dan gratifikasi dalam perkara Lukas Enembe ini.
"KPK terus kembangkan lebih lanjut perkara dimaksud dengan kemungkinan penerapan pasal maupun ketentuan undang-undang lainnya untuk mengoptimalkan asset recovery yang dinikmati tersangka," jelas Ali.
Diketahui, KPK menetapkan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua.
Politikus Partai Demokrat itu diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka.
Hal tersebut untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar.
Adapun tiga proyek itu antara lain, proyek multiyears peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar; proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar; dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan sebesar Rp10 miliar.
Namun, KPK belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.
Baca juga: Periksa Anggota DPRD Papua Boy Markus, KPK Dalami Aset Lukas Enembe
Atas perbuatannya, Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 UU Tipikor.