Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik aset kekayaan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurachman.
Hal ini didalami tim penyidik KPK lewat Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso.
Selain Rahmat Santoso, KPK juga turut memeriksa dua pihak swasta yakni, Anthony Hartato Rusli dan Jessica Tanudjaja.
Ketiganya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi di kantor BPKP Jatim, Rabu (15/3/2023) kemarin.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain dugaan kepemilikan berbagai aset tersangka NHD dan dugaan aliran uang untuk pembelian aset-aset dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (16/3/2023).
Lembaga antirasuah juga turut mendalami usaha burung walet yang dilakukan Nurhadi.
Hal ini diselisik KPK, kepada seorang penjaga rumah walet, Miskan dan pihak swasta, Khasola.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan usaha sarang burung walet oleh tersangka NHD," ungkap Ali.
Jeratan hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada Nurhadi ini merupakan pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung pada tahun 2011-2016.
Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, sudah divonis enam tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Nurhadi dan Rezky Herbiyono terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp13.787.000.000.
Nurhadi juga terbukti menerima suap sebesar Rp35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto.
Keduanya tidak dijatuhkan hukuman tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp83.013.955.000 sebagaimana tuntutan jaksa.
Alasan itu, karena perbuatan Nurhadi dan Rezky tidak merugikan keuangan negara.
Nurhadi dan Rezky Herbiyono terbukti menerima suap melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keduanya juga terbukti menerima gratifikasi melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.