News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan

Komnas HAM: Vonis 3 Polisi di Kasus Kanjuruhan Belum Beri Rasa Keadilan Bagi Korban

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2023). Komnas HAM telah selesai melakukan pemantauan dan penyelidikan terkait penggusuran SDN Pondok Cina (Pocin) 1 Depok. Komnas HAM menemukan dua dugaan pelanggaran HAM. Warta Kota/YULIANTO

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM RI Uli Parulian Sihombing mengatakan pihaknya telah mengirimkan amicus curiae atau pendapat HAM ke Pengadilan Negeri Surabaya guna membuat terangnya peristiwa pelanggaran HAM di Stadion Kanjuruhan.

Selain itu, kata dia, langkah tersebut sekaligus untuk memastikan pemenuhan hak atas keadilan bagi korban dan keluarga.

Pada amicus curiae tersebut, kata Uli, Komnas HAM menyampaikan fakta-fakta peristiwa berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan yang telah dilakukan serta merekomendasikan agar majelis hakim memberikan hukuman maksimal untuk para terdakwa kasus Kanjuruhan.

"Menyikapi hasil persidangan peristiwa Kanjuruhan yang telah diumumkan pada Kamis, 16 Maret 2023, Komnas HAM menyayangkan putusan majelis hakim terutama terhadap tiga orang terdakwa dari pihak kepolisian yang hanya divonis pidana sebanyak 1 tahun 6 bulan, dan dua orang lainnya diputus bebas," kata Uli dalam Keterangan Pers Komnas HAM pada Jumat (17/3/2023).

"Komnas HAM berpendapat bahwa putusan tersebut belum memberikan rasa keadilan bagi para korban dan keluarga mereka yang kehilangan nyawa serta mengalami luka-luka dalam tragedi tersebut," sambung dia.

Hal tersebut, kata dia, mengingat sejumlah fakta peristiwa yang menunjukkan bagaimana peran para terdakwa dalam pengendalian massa hingga penembakan gas air mata yang menyebabkan kepanikan penonton yang berujung 135 orang meninggal dunia. 

Sejumlah fakta yang dibeberkan Uli antara lain:

Pertama, adanya situasi lapangan stadion yang bisa dikendalikan dan dikuasai hingga pukul 22:08:56 WIB namun aparat memilih untuk mengeluarkan tembakan gas air mata.

Kedua, penembakan gas air mata yang dilakukan secara beruntun dalam jumlah banyak dan tidak ada upaya untuk menahan diri dengan menghentikan tembakan meskipun para penonton sebagian besar sudah keluar dari lapangan karena panik.

Ketiga, penembakan gas air mata tidak hanya sekadar menghalau penonton dari lapangan namun turut diarahkan untuk mengejar penonton dan ditembakkan ke arah tribune penonton terutama pada tribun 13.

Baca juga: Jaksa Ajukan Banding Kasus Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Rekomendasi Kami Adalah Hukuman Maksimal

Sehingga, lanjut dia, menambahkan kepanikan penonton dan membuat arus berdesakan untuk keluar stadion dari berbagai pintu dengan mata perih, kulit panas, dan dada terasa sesak.

"Keempat, pada dasarnya, ketiga terdakwa mempunyai kapasitas untuk mencegah penembakan gas air mata, menghentikan penembakan yang sudah terjadi, serta mengendalikan lapangan dan para personel keamanan agar tidak melakukan tindakan yang berlebihan (excessive use of force) namun hal tersebut tidak dilakukan," kata Uli.

Sebagai sebuah lembaga yang menghormati proses hukum dan independensi kekuasaan kehakiman sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, kata Uli, Komnas HAM menghargai putusan hakim. 

Akan tetapi, lanjut dia, Komnas HAM juga meminta dan mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melakukan upaya hukum lain seperti banding dan kasasi agar putusan tersebut dapat diperiksa ulang guna memastikan keadilan tercapai bagi para korban dan keluarga korban. 

Komnas HAM, kata dia, berharap putusan banding ini nantinya dapat mengakomodasi restitusi, kompensasi serta rehabilitasi terhadap korban dan keluarganya.

"Tragedi Kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang harus menjadi pengingat dan momentum bagi seluruh pemangku kepentingan agar mengarusutamakan hak asasi
manusia dalam setiap pengambilan tindakan dan kebijakan," kata dia  

"Hal ini guna menghindari tindakan-tindakan kekerasan yang dapat membahayakan nyawa manusia serta memastikan kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan," sambung dia.

Vonis 3 Terdakwa dari Kepolisian

Diberitakan sebeumnya, pada Kamis (16/3/2023), Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membacakan vonis terhadap tiga polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan ratusan jiwa.

Tiga terdakwa mendengarkan putusan hakim.

Dua di antara mereka yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas.

Sedangkan satu lagi yakni AKP Hasdarmawan dihukum 1,5 tahun penjara.

Satu di antara yang divonis bebas adalah AKP Bambang Sidik Achmadi.

Bambang merupakan salah satu polisi yang didakwa memerintahkan penembakan gas air mata ke arah tribun suporter Arema Malang di Stadion Kajuruhan.

Baca juga: Pekan Depan, Kejaksaan Layangkan Memori Banding Perkara Tragedi Kanjuruhan

Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya mengatakan tembakan gas air mata yang ditembakkan para personel Samapta Polres Malang hanya mengarah ke tengah lapangan.

"Menimbang memperhatikan fakta penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang saat itu asap yang dihasilkan tembakan gas air kata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan," kata Bambang, saat membacakan putusan hari ini.

Setelahnya, asap tersebut mengarah ke pinggir lapangan. Namun sebelum sampai ke tribun, asap itu tertiup angin menuju atas.

"Dan ketika asap sampai di pinggir lapangan sudah tertiup angin ke atas dan tidak pernah sampai ke tribune selatan," katanya.

Artinya, kata majelis hakim, yang bersangkutan tidak memerintahkan jajarannya menembakkan gas air mata ke arah tribun.

Ketika gas air mata ditembakkan ke area gawang sebelah utara, asapnya pun mengarah ke sisi lapangan sebelah selatan dan tidak menuju area tribun penonton.

Sehingga, menurut Hakim, unsur kealpaan terdakwa sebagaimana dakwaan kumulatif jaksa, yakni Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, tidak terbukti.

"Karena salah satu unsur yaitu karena kealpaannya dalam dakwaan kumulatif ke satu, dua dan tiga tidak terpenuhi maka terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, sehingga terdakwa dibebaskan dari seluruh dakwaan," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini