TRIBUNNEWS.COM - Hakim yang memimpin persidangan perkara Tragedi Kanjuruhan didesak agar diselidiki.
Bukan tanpa alasan, desakan tersebut lantaran tiga hakim yang memimpin yaitu Abu Achmad Sidqi Amsya, Mangapul, dan I Ketut Kimiarsa dinilai memvonis para terdakwa terlalu ringan.
Dikutip dari BolaSport.com, terdakwa yang divonis paling berat adalah Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris dan Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur yaitu 1 tahun 6 bulan.
Sementara Security Officer Arema Suko Sutrisno hanya divonis satu tahun penjara.
Bahkan, ada dua terdakwa lain yakni AKP Bambang Sidik Achmadi, Kompol Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas.
Lalu untuk tersangka yakni eks Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita belum divonis hukuman apapun.
Baca juga: Terdakwa Polisi Divonis Bebas Kasus Kanjuruhan, Pimpinan Komisi X DPR: Sebagai Rakyat Kita Kecewa
Akhmad justru dibebaskan dari penahanan lantaran waktu penahanan sudah habis.
Padahal, ia ditetapkan menjadi tersangka akibat dianggap lalai dalam melakukan verifikasi Stadion Kanjuruhan yang nyatanya baru dilakukan LIB terakhir kali pada tahun 2020.
Buntut dari vonis yang dianggap jauh dari harapan ini, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institue dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam hasil putusan tersebut lantaran hanya dihukum ringan.
Masih dikutip dari BolaSport.com, ada lima poin desakan yang dituliskan oleh Koalisi Masyarakat Sipil.
Salah satunya adalah desakan agar Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung agar memeriksa majelis hakim yang mengadili perkara ini lantaran diduga melakukan pelanggaran kode etik.
Respons KY
Jubir KY, Miko Ginting pun merespons desakan dari Koalisi Masyarakat Sipil agar memeriksa majelis hakim yang mengadili perkara Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang tersebut.
Miko mengungkapkan akan melakukan pendalaman terlebih dahulu terkait putusan hakim menjatuhkan vonis ringan kepada para terdakwa.