Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keluarga korban tragedi Kanjuruhan, Rizal Putra Pratama mengaku kecewa dan sakit hati atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memvonis bebas dua polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan.
Menurut Rizal hukum di negara ini seolah dibuat guyonan atau gurauan atas putusan bebas untuk dua polisi yang semestinya bertanggung jawab atas tewasnya lebih dari 130 orang, termasuk ayah dan kedua adik Rizal yang menjadi korban dalam tragedi tersebut.
"Saya sebagai korban yang telah kehilangan ayah dan kedua adik saya sangat kecewa dengan vonis tersebut yang dibebaskan seolah-olah hukum di negeri ini seakan dibuat guyonan seperti itu," kata Rizal dalam tayangan Kompas TV, Sabtu (18/3/2023).
"Persidangan model A di Surabaya dibuat seperti itu saya sangat kecewa, hati saya juga sangat sakit hati," ungkap dia.
Rizal pun mempersilakan majelis hakim yang membebaskan kedua terdakwa. Namun ia bersama kuasa hukumnya tak sependapat dan tetap menunggu kelanjutan proses hukum terhadap laporan model B yang telah ia buat.
Namun Rizal juga heran laporan model B terkait tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan yang ia ajukan sampai sekarang jalan di tempat dan masih berbelit.
Baca juga: Komisi Yudisial akan Dalami Vonis Ringan dan Bebas 3 Polisi Terdakwa Kasus Kanjuruhan
"Mereka dibebaskan, bebaskan aja, saya dan kuasa hukum saya tidak sependapat. Saya juga tetap melanjutkan proses laporan model B yang sampai sekarang belum dijalankan dan masih berbelit-belit sampai sekarang ini," katanya.
Sementara itu, pengacara para korban tragedi Kanjuruhan, Imam Hidayat mengaku sejak awal telah menduga proses persidangan tak akan berjalan memenuhi rasa keadilan.
Imam menyebut ada kejanggalan dengan vonis tersebut. Pasalnya berdasarkan hasil ekshumasi dokter menyatakan bahwa kematian dari dua korban akibat benda tumpul. Selain itu proses rekonstruksi sama sekali tidak melibatkan pihak keluarga dan dilaksanakan di lapangan Polda Jawa Timur.
Dalam rekonstruksi juga tidak menggambarkan bagaimana anggota Brimob menembakkan gas air mata secara vertikal ke tribun penonton, melainkan horizontal ke arah lapangan.
Padahal lanjut Imam, tidak semua korban meninggal dunia berdesakan di Pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Malang. Seperti putri Devi Atok yang meninggal di tribun penonton, atau tidak adanya penumpukan penonton di area tersebut.
Selain itu ada kejanggalan lain yakni persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya atas pertimbangan faktor keamanan. Jalannya persidangan juga digelar terbuka namun terbatas.
Hal ini membuat media dan masyarakat khususnya keluarga korban yang ingin mengikuti jalannya persidangan menjadi terbatas.
"Padahal kita tahu sidangnya harus terbuka di mana kontrol masyarakat menjaga objektivitas itu kan sangat perlu, supaya hakim dalam menjatuhkan putusan dengan benar berdasarkan keadilan," kata Imam.
Hakim PN Surabaya Vonis Bebas Dua Polisi Terdakwa Kanjuruhan
Sebagai informasi, pada Kamis (16/3/2023) Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membacakan vonis terhadap tiga polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan ratusan jiwa.
Dua di antara mereka yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas.
Sedangkan satu lagi yakni AKP Hasdarmawan dihukum 1,5 tahun penjara.
Bambang merupakan salah satu polisi yang didakwa memerintahkan penembakan gas air mata ke arah tribun suporter Arema Malang di Stadion Kanjuruhan.
Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya mengatakan tembakan gas air mata yang ditembakkan para personel Samapta Polres Malang hanya mengarah ke tengah lapangan.
"Menimbang memperhatikan fakta penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang saat itu asap yang dihasilkan tembakan gas air kata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan," kata Bambang, saat membacakan putusan hari ini.
Setelahnya, asap tersebut mengarah ke pinggir lapangan. Namun sebelum sampai ke tribun, asap itu tertiup angin menuju atas.
"Dan ketika asap sampai di pinggir lapangan sudah tertiup angin ke atas dan tidak pernah sampai ke tribune selatan," katanya.
Artinya, kata majelis hakim, yang bersangkutan tidak memerintahkan jajarannya menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Ketika gas air mata ditembakkan ke area gawang sebelah utara, asapnya pun mengarah ke sisi lapangan sebelah selatan dan tidak menuju area tribun penonton.
Sehingga, menurut Hakim, unsur kealpaan terdakwa sebagaimana dakwaan kumulatif jaksa, yakni Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, tidak terbukti.