TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), tindakan hakim konstitusi Guntur Hamzah yang mengubah substansi putusan sidang disebut merupakan hal lazim.
Pakar hukum tata negara Feri Amsari merasa ada kejanggalan atas hal tersebut.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan substansi putusan yang berubah adalah hal wajar, asal hal itu dapat diterima dan disetujui delapan hakim konstitusi lain.
Dalam kasus Guntur Hamzah, MKMK tak menemukan adanya upaya dari Guntur meminta persetujuan kepada delapan hakim konstitusi lain atau setidak-tidaknya hakim drafter dalam perkara tersebut.
Yang terjadi, para hakim konstitusi, minus Arief Hidayat, baru mengetahui perubahan substansi ini pada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) setelah pemberitahuan dari panitera.
"Sidang MKMK juga agak janggal jika bicara bahwa koreksi adalah lazim jika diketahui seluruh hakim. Ini kan tidak lazim karena tidak diketahui seluruh hakim," kata Feri kepada Tribunnews, Selasa (21/3/2023).
"Kenapa kalimatnya mengedepankan kata lazim? Harusnya kan tidak lazim karena tidak diketahui seluruh hakim," tambahnya.
Bagi Feri, pernyataan MKMK dalam pembacaan putusan adalah untuk memperhalus kesalahan Guntur Hamzah.
Tindakan tersebut tentu tidak beralasan. Feri menyoroti MKMK yang di mana di dalamnya berisi anggota yang punya kedekatan dengan MK sendiri.
Sehingga ia menilai MKMK tentu akan bersifat subjektif atas putusannya.
Sebagai informasi ada tiga orang yang ditugasi untuk bertugas di dalam MKMK, yaitu I Dewa Gede Palguna selaku ketua yang mewakilkan unsur tokoh masyarakat, Enny Nurbaningsih yang mewakilkan unsur hakim konstitusi aktif, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sudjito yang mewakilkan unsur akademisi.
"Bagi saya kalimat-kalimat seperti ini adalah untuk memperhalus kesalahan. Bahkan bisa dilihat, tidak hanya satu hakim terlibat mengubah putusan ini, ada beberapa dan harus dilihat juga panitera ketika terlibat, kok tidak diberi sanksi," tuturnya
"Ini menurut saya memang kejanggalan yang sedari awal memang diduga MKMK akan subjektif karena punya dasar romantisme masa lalu karena merupakan bagian dari MK," Feri menambahkan.
Dalam putusan, Senin (20/3/2023), MKMK menyatakan hakim konstitusi Guntur Hamzah terbukti sebagai pelaku yang mengubah substansi putusan sidang ihwal pencopotan hakim Aswanto.
Atas hal ini MKMK pun menjatuhi Guntur Hamzah sanksi teguran tertulis.
"Menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim terduga," kata Palguna saat membaca putusan.
Baca juga: Sanksi Guntur Hamzah Sangat Subjektif, Pakar: Anggota MKMK Punya Romantisme Masa Lalu dengan MK
Sebagai informasi berdasarkan Pasal 41 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 ada tiga sanksi pelanggaran yang dapat diberikan oleh MKMK terhadap pelaku.
Yakni teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian tidak dengan hormat.