TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Wamenkumham, Denny Indrayana menilai Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) tak semestinya disahkan sebagai undang-undang.
Sebab, Perppu tersebut dianggap sudah cacat sejak kelahirannya.
Secara konstitusional, semestinya Perppu terbit dengan syarat adanya kondisi kegentingan yang memaksa.
Selain itu, Perppu juga mesti disahkan DPR pada masa sidang berikutnya.
Masa sidang berikutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 52 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah setelah Perppu ditetapkan.
"Itu artinya sudah dilewati pada tanggal 16 Februari 2023 yang lalu," kata Denny Indrayana dalam keterangan yang diterima pada Rabu (22/3/2023).
Dengan menyetujui Perppu Ciptaker pada masa sidang DPR sekarang, Presiden dan DPR disebut Denny melanggar undang-undang secara berjamaah.
"Sayangnya, pelanggaran terang-terangan konstitusi berjamaah oleh Presiden dan DPR itu, realitasnya akan sulit untuk dikoreksi," ujarnya.
Dari pelanggaran kostitusi itu, mestinya Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan koreksi terhadap Perppu Ciptaker. Terlebih, adanya Putusan MK yang menyatakan agar Undang-Undang Ciptaker diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun.
"Mahkamah Konstitusi normalnya mengatakan Perppu Ciptaker tidak mematuhi putusan MK soal Undang-Undang Ciptaker," katanya.
Namun keberanian MK diaragukan untuk membatalkan Perppu Ciptaker.
Sebab menurut Denny, mayoritas Hakim Kostitusi telah terlena oleh masa jabatan yang relatif panjang.
"Serta keinginan untuk tetap bertahan dan tidak diberhentikan dari kursi empuk Mahkamah Konstitusi," ujarnya,
Untuk informasi, Perppu Ciptaker telah disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, pada Selasa (21/3/2023).
Baca juga: Baleg DPR Jelaskan Butir Materi yang Berubah di Perppu Cipta Kerja
"Apakah rancangan undang-undang tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Ketua DPR Puan Maharani di Ruang Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
"Setuju," jawab anggota DPR yang hadir.
Ada pun sebanyak tujuh fraksi yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai NasDem, menyatakan setuju Perppu tersebut menjadi UU.
Sementara, ada dua fraksi yang menolak, yakni, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).