Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin menilai, sistem legislasi yang berlaku di Indonesia saat ini sangat lemah dan mudah didikte oleh pihak yang berkepentingan.
Hal ini disampaikan Sultan menyusul terjadinya aksi protes dari masyarakat sipil, buruh dan mahasiswa atas pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta kerja oleh DPR saat ini.
Baca juga: Sebut Pengesahan UU Cipta Kerja Langgar Aturan, Pakar: Harus Dinyatakan Tak Berlaku dan Dicabut
"Saya kira aksi protes masyarakat sipil dan kelompok intelektual tersebut merupakan akumulasi kekecewaan atas sikap politik legislasi DPR yang cenderung menuruti kehendak usulan RUU pemerintah selama ini."
"Sistem legislasi pada lembaga eksekutif dan legislatif yang didominasi oleh DPR harus didukung dengan apa yang disebut dengan mekanisme ex ante review atau pengujian terhadap sebuah RUU sebelum disahkan," kata Sultan dalam keterangan yang diterima Minggu (26/3/2023).
Menurutnya, mekanisme judicial review post facto yang dipraktikkan selama ini membuka peluang bagi berlakunya legislasi dengan kualitas yang buruk dan dapat merugikan pihak-pihak yang terkena dampaknya secara langsung dalam rentang waktu yang lama.
"Mekanisme Ex ante review bersifat preventif karena ditujukan pada rancangan undang-undang, bukan pada undang-undang yang telah diundangkan. Penguji cukup melihat apakah norma dalam suatu rancangan undang-undang telah sinkron dengan norma dalam Undang-Undang Dasar. Dengan demikian kemungkinan kerugian konstitusional pasca pengundangan dapat diminimalisir," ujarnya.
Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Said Iqbal: Jutaan Buruh Bakal Mogok Nasional pada Pertengahan Tahun Ini
Selain menjaga konstitusionalitas undang-undang, kata mantan aktivis KNPI itu, aspek peningkatan kualitas sebuah RUU juga dapat dicapai melalui mekanisme ex ante review.
Kualitas legislasi yang buruk bukan hanya karena proses politik rancangan undang-undang yang tidak memenuhi syarat formil dan materil, tetapi juga berpeluang terjadi disharmoni dengan undang-undang lainnya serta buruknya metodologi dalam proses legislasi.
"Itulah mengapa kami selalu mendorong agar dalam sistem lembaga perwakilan bikameral antara DPR dan DPD RI, dilakukan mekanisme doubble check terhadap suatu RUU yang akan disahkan."
"Sudah saatnya kita membutuhkan lembaga alternatif yang bisa berfungsi sebagai ex ante review dan menjadi penyeimbang dominasi politik legislasi pemerintah dan DPR," ujarnya.