Pembuatan undang-undang usulan Jokowi tersebut, sekaligus akan merevisi seluruh undang-undang yang menghambat investasi.
"Masing-masing undang-undang tersebut akan menjadi omnibus law," terang Jokowi.
"Yaitu satu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang," jelasnya.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja Disahkan Jadi Undang-Undang, Aksi Buruh di Kantor Kemenaker Sempat Memanas
Pembahasan RUU Cipta Kerja oleh DPR
Pembahasan RUU Cipta Kerja dikebut oleh DPR, sampai pada RUU rampung dan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang (5/10/2023).
Setelah disahkan pada 5 Oktober 2020, Presiden Jokowi menandatangani peraturan tersebut, pada 2 November 2020.
Lalu, terjadi penolakan atas keputusan tersebut oleh berbagai kalangan masyarakat.
Adapun pihak yang menolak adalah dari kaum buruh lantaran merasa akan terdampak langsung dari aturan tersebut.
Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S Cahyono, mengatakan akan turun aksi ke jalan untuk menolak omnibus law pada Senin (20/1/2020).
"Sekitar 20 ribu sampai 30 ribu massa buruh akan ikut aksi, pukul 09.00 WIB hari ini," ujar Kahar dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan
"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," tegasnya.
Baca juga: Detik-detik Pengesahan Perppu Cipta Kerja Jadi UU: Diwarnai Mic Mati hingga Aksi Walk Out PKS
Dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK
Setelah itu, banyak publik dari kalangan pekerja, akademisi, dan mahasiswa mengajukan uji formil atas UU Cipta kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tersebut, dibacakan langsung oleh Ketua MK, Anwar Usman, pada Kamis (25/11/2021).