TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menyampaikan bahwa sebetulnya pemikirannya adalah rumusan pertanyaan yang diajukan dalam forum ulama.
Pertanyaan ini, menurutnya, juga ditanyakan oleh orang-orang lain.
Di mana, pertanyaannya adalah apakah Piagam PBB sah menurut syariat sebagai perjanjian internasional ?
Apakah perwakilan negara itu juga sah mewakili umat Islam di negaranya?
Baca juga: Erick Thohir Masuk Kandidat Cawapres Teratas versi 2 Lembaga Survei, PBNU Apresiasi & Doakan Terbaik
Hal itu disampaikan Gus Yahya saat Seminar Nasional dengan tema 'Prospek dan Tantangan Fiqih Peradaban sebagai Solusi Krisis Tata Dunia Global' di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (27/3/2023).
“Presiden sah mewakili umat Islam Indonesia, tetapi Jawaharlal Nehru itu sah nggak mewakili umat Islam India? Mao Tse Tung apakah sah mewakili Islam di China? Kepala negara non-Muslim apakah sah menjadi wakilnya umat Islam?” kata Gus Yahya.
Jika sah, berarti Piagam PBB itu mengikat, baik terhadap entitas, maupun pribadi umat Islam.
“Alhamdulillah jawabannya sah dari segi isinya karena tidak bertentangan syariat, sesuai dengan maqashid syariat,” ujarnya.
Piagam PBB sah dari segi penandatangannya karena melibatkan entitas politik yang sah secara de facto dan de jure.
Mereka sah secara niscaya karena kepala negaranya juga dianggap sah. Walaupun non-Muslim, mereka sah mewakili warga negara Muslim.
Baca juga: Indonesia Diminta Tak Tinggal Diam Soal Laporan PBB Sebut China Asimilasi Paksa 1 Juta Anak Tibet
Gus Yahya menegaskan bahwa PBB ini sah dengan titik tolak imperatifnya adalah perdamaian secara syariat itu sah. Kalau tidak ada itu, ya tidak ada landasannya.
Tanpa landasan itu, semua dimuka bumi wajib perang. Tidak ada yang lain yang memperbolehkan kewajiban berperang.
Orang-orang itu harus taat kepada syarat-syarat yang dia minta sendiri dalam perjanjian dengan orang lain. Apapun kepentingan yang dimiliki kalau sudah perjanjian itu sudah selesai.
“Isi perjanjiang Piagam PBB itu sendiri lebih bersifat visioner ketimbang sesuatu yang langsung diterapkan. Lebih bersifat visi walaupun sekarang belum bisa sepenuhnya diterapkan,” katanya.