TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana ke Bareskrim Polri, Selasa (28/3/2023).
Selain itu, MAKI juga melaporkan Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
MAKI melaporkan ketiga pejabat tersebut atas dugaan pembocoran rahasia saat menangani kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp 349 triliun.
Sebelumya, dalam rapat kerja antara DPR dan PPATK sejumlah anggota Komisi III menilai ada potensi pelanggaran pidana lantaran PPATK telah membocorkan dokumen transaksi itu.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menuturkan, laporan ini justru merupakan bentuk dukungan Boyamin terhadap ketiga pejabat tersebut.
"Saya mendukung Pak Mahfud, PPATK dan Bu Sri Mulyani, ini kan dalam rangka ikhtiar supaya membuka tindak pidana pencucian uang ini bisa dibuka dan diproses hukum," ujarnya, Selasa dikutip dari youTube Kompas TV.
Baca juga: Heboh Transaksi Rp 300 Triliun, DPR Bakal Panggil Sri Mulyani, PPATK Hingga Mahfud MD
Boyamin pun berharap dengan laporannya tersebut dugaan TPPU Rp349 triliun ini bisa semakin disorot masyarakat.
"Ini kalau tidak dipolitisasi tidak akan ramai. Saya malah ingin gaduh karena tidak ada viral tak akan ada keadilan."
"Jadi ini upaya saya agar kasus ini tambah gaduh," ungkap Boyamin.
Atas laporan ini pihaknya justru ingin memastikan kepada kepolisian bahwa tindakan PPATK justru sudah benar.
Boyamin menuturkan, pihaknya menggunakan "logika terbalik" dalam membela PPATK.
"Kalau ini dikatakan tidak benar oleh DPR, maka saya mencoba dengan logika terbalik mengikuti arusnya DPR dengan melaporkan kepada Kepolisian dengan dugaan membuka rahasia sebagaimana Undang-Undang yang mengatur PPATK dan itu diancam pidana." papar Boyamin, Kamis (23/3/2023).
Boyamin menyesalkan sikap anggota DPR yang seakan tak mendukung langkah PPATK untuk membuka dugaan TPPU Rp 349 triliun.
"Nanti saya akan minta kepolisian memanggil teman-teman DPR yang mengatakan pidana dan ini disertai dengan (data) yang mestinya DPR bisa sampaikan ke Kepolisian," ujarnya.
Koordinator MAKI ini pun meyakini bahwa apa yang dilakukan PPATK tidak termasuk pelanggaran hukum pidana.
Respons Mahfud MD
Sebelumnya, Mahfud MD telah merespons upaya MAKI untuk melaporkan PPATK ke Bareskrim Polri.
"Ya enggak apa apa, bagus," kata Mahfud MD kepada wartawan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (25/3/2023).
Mahfud juga mengatakan dirinya akan mendatangi rapat bersama Komisi III DPR RI soal temuan tersebut pada Rabu (29/3/2023) mendatang.
"Uji logika dan uji kesetaraan juga, jangan dibilang pemerintah itu bawahan DPR, bukan."
"Pokoknya Rabu saya datang, kemarin yang ngomong-ngomong agak keras itu supaya datang juga, biar imbang," tuturnya.
DPR Sebut Pejabat Pembocor Data Rahasia Bisa Dipidana
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan sempat memperingatkan soal ancaman pidana penjara bagi pejabat yang membocorkan data kerahasiaan.
Ia menyebut, hal tersebut melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tepatnya mengenai kewajiban merahasiakan dokumen tentang kasus TPPU.
Hal tersebut disampaikan saat rapat kerja antara Komisi III DPR RI dan PPATK, Selasa (21/3/2023).
"Saya bacakan Pasal 11 pak, pejabat atau pegawai PPATK, penyidik atau penuntut umum, hakim dan setiap orang. Setiap orang itu termasuk juga menteri, termasuk juga Menko."
"Yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut undang-undang ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut," kata Arteria, Selasa.
Arteria menyebut adanya sanksi pidana empat tahun penjara sebagai ancaman menyebarkan dokumen tersebut.
"Sanksinya pak, sanksinya setiap orang itu dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun. ini undang-undangnya sama. Ini serius, gitu loh. Nanti kita juga ada sesi berikutnya bisa klarifikasi," ujarnya
(Tribunnews.com/Milani Resti/Abdi Ryanda Shakti)