Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Putu Elvina menyebutkan ada dugaan pelanggaran HAM pada kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak.
Dugaan pelanggaran HAM tersebut meliputi hak atas informasi, kesehatan hingga jaminan sosial.
"Komnas HAM sudah melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap kasus ini beberapa bulan. Ada beberapa temuan yang kita dapatkan di antaranya dugaan pelanggaran HAM. Seperti pelanggaran hak atas informasi, kesehatan, kesejahteraan, jaminan sosial termasuk juga kemudian hak atas keadilan," kata Putu Elvina ditemui pada acara diskusi publik perkembangan terkini tragedi obat beracun, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2023).
Putu Elvina melanjutkan sejauh ini proses hukumnya sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pihaknya mengapresiasi majelis hakim yang sudah memutuskan kasus ini layak untuk dilanjutkan.
Baca juga: Keinginan Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal Bukan Santunan
"Tentu saja kita harapkan nanti dalam proses pembuktian atau sidang lanjutan majelis hakim memiliki perspektif korban yang baik. Serta majelis hakim bisa menengahi perkara secara independen dan imparsial," sambungnya.
Sehingga para korban GGAPA terutama anak-anak mendapatkan keadilan terhadap proses hukum dari kejadian yang menimpa mereka.
"Komnas HAM akan terus mengawal proses hukumnya, kita tentu mendorong pendamping atau penasihat hukum untuk memastikan pendampingan mereka secara baik," lanjutnya.
Putu Elvina mengungkapkan bahwa yang paling penting adalah persiapan korban karena prosesnya akan panjang.
Seperti diketahui keluarga korban saat ini dalam kondisi yang menurun.
"Dalam arti secara emosional mereka sangat berdampak karena kejadian tersebut. Dikarenakan kehilangan anak mereka," jelasnya.
Bahkan beberapa orang tua korban harus menunggu anaknya selama dirawat dan lain sebagainya di PHK dari pekerjaannya.
Baca juga: Korban Gagal Ginjal Akut pada Anak yang Masih Dirawat Disebut Butuh Banyak Biaya
Maka perlu ada jaminan sosial untuk keluarga tersebut pada saat kepala keluarga tidak memiliki pekerjaan.
"Sebabnya jaminan sosial yang menjadi hak dari keluarga itu harus segera ditunaikan oleh negara, jadi kira-kira itu yang kemudian menjadi poin-poin penting dari proses gangguan ginjal tersebut," tutupnya.
Sebagai informasi, kasus gagal ginjal akut pertama kali dilaporkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Satu dari dua kasus diderita oleh anak berusia satu tahun, dengan gejala tidak bisa kencing dan didiagnosa gagal ginjal akut dan akhirnya meninggal dunia.
Tragedi ini sendiri mengakibatkan hilangnya ratusan nyawa balita hingga anak-anak.
Sementara itu sekitar 25 keluarga pasien gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak telah mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) ke PN Jakarta Pusat.
Dan gugatan itu telah diterima.
Gugatan tersebut terdaftar pada 22 November 2022, dengan nomor perkara 711/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Dalam gelar perkara tersebut, diketahui para keluarga korban menggugat sembilan pihak, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Megasetia Agung Kimia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Kementerian Kesehatan.