TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD menyatakan bahwa anggota Komisi III DPR bisa dihukum karena menghalang-halangi penyidikan mengenai transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Hal tersebut Mahfud MD sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
"Oleh sebab itu saudara, jangan gertak-gertak. Saya bisa gertak juga saudara, bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan penegakkan hukum," ungkap Mahfud MD, dikutip Tribunnews.com dari tayangan Video Tribun Timur yang dibagikan di Facebook pada Kamis (30/3/2023).
Selain itu, Mahfud MD juga menyinggung nama Fredrich Yunadi yang dulu juga pernah menghalang-halangi penyidikan penegakkan hukum.
Lantaran hal tersebut, Fredrich Yunadi diketahui dihukum selama 7,5 tahun penjara.
Baca juga: Profil Fredrich Yunadi, Disebut Mahfud MD saat Gertak Anggota DPR, Eks Pengacara Setya Novanto
"Dan ini sudah ada yang dihukum 7,5, namanya Fredrich Yunadi, ya kerja-kerja kayak saudara itu."
"Orang mau mengungkap dihantam, mau mengungkap dihantam, lihatkan," ucap Mahfud MD.
Pada saat itu, Mahfud MD mengatakan bahwa pihaknya melaporkan Frederic ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar ditangkap karena menghalangi penegakkan hukum.
Mahfud MD pun mengingatkan kepada para anggota Komisi III DPR agar jangan asal mengancamnya.
"Semua orang dilaporin sama dia, kita bilang ke KPK kalau itu orang menghalang-halangi penyidikan, menghalang-halangi penegakkan hukum, tangkap. Jadi jangan main ancam-ancam gitu, kita ini sama," katanya.
Mahfud MD Tegaskan Tak Ada Perbedaan Data Antara PPATK dengan Kemenkeu
Mahfud MD menegaskan bahwa tidak ada perbedaan data antara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan kemenkeu soal transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kemenkeu.
Namun, Mahfud MD mengatakan ada perbedaan penafsiran dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terhadap data yang dikeluarkan PPATK tersebut.
Perbedaan tersebut karena Sri Mulyani melihat data transaksi keuangan mencurigakan itu secara parsial dan hanya menyoroti transaksi di lingkungan pegawai Kemenkeu.