TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) yang merupakan gabungan dari serikat buruh, akademisi dan para peneliti menggugat UU No. 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Koordinator Gekanas R Abdullah mengatakan pihaknya mengajukan dua gugatan, yakni secata formiil maupun gugatan materiil.
Ia mengatakan bahwa pihaknya meminta pengesahan UU baru itu dibatalkan karena aturan tersebut dinilai tidak layak.
Dia bilang, itu berdasarkan kajian yang dilakukan 18 serikat pekerja, serikat buruh secara nasional, termasuk akademisi maupun peneliti.
“Bersepakat bahwa UU ini tidak layak untuk dipertahankan. Atas dasar itu maka kita menggugat untuk dibatalkan,” kata R Abdullah saat konferensi pers di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (6/4/2023).
Selain itu, Gekanas juga menggugat aturan mengenai ketenagalistrikan.
Menurutnya, hal ini sebagai cerminan serikat buruh berkomitmen untuk penolakan terhadap UU ini.
“Mudah-mudahan dengan waktu yang tidak terlalu lama bisa disidangkan,” tuturnya.
Ada 121 Pemohon
Abdullah menambahkan bahwa pada Perkara yang diuji di MK ini melibatkan 121 pemohon.
Ratusan pemohon itu termasuk di antaranya ialah unsur pekerja tetap, kontrak maupun magang.
“Pemohon jumlahnya yang tercatat ada sebanyak 121 pemohon. Termasuk unsur pekerja tetap, pekerja kontrak, maupun magang dan kelembagaan ada 10 lembaga termasuk di dalamnya serikat pekerja manufaktur, dan serikat pekerja PLN yang merupakan bagian tak terpisahkan dari aliansi Gekanas,” kata dia.
Ia pun berharap proses pendaftaran permohonan ini berjalan lancar agar pengujian materiil dan formill UU Cipta Kerja ini dapat segera dilaksanakan.
“Tahap pertama kita ingin menyatakan bahwa UU ini inkonstitusional. Dengan harapan mudah-mudahan tidak bisa dilaksanakan (dibatalkan),” tuturnya.