Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Suamampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus pendiri Lingkar Madani (LIMA) Indonesia menyebutkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI hanya fokus pada dugaan kampanye dini dan politik uang.
Namun mengabaikan adanya penggunaan rumah ibadah untuk politik.
Hal tersebut merupakan respons Ray terhadap putusan Bawaslu yang menyatakan aksi bagi amplop uang berlogo PDIP dalam masjid di Sumenep, Jawa Timur, bukan merupakan tindakan pelanggaran pemilu.
"Padahal, dalam konteks ini (aksi bagi amplop), sejatinya, berlaku ketentuan larangan penggunaan rumah ibadah untuk keperluan politik, baik ujtuk sosialisasi apalagi kampanye," kata Ray dalam keterangannya, Jumat (7/4/2023).
Kenyataannya sekarang, tegas Ray, tahapan pemilu sudah masuk ke tahapan sosialisasi dan sudah ditetapkan peserta pemilu. Maka, sejatinya, hukum sosialisasi pun harusnya berlalu.
Yakni larangan menggunakan rumah ibadah untuk kepentingan politik praktis.
Baca juga: Bawaslu Sebut Aksi Bagi Amplop Berlogo PDIP di Masjid Bukan Pelanggaran, Pengamat: Mengkhawatirkan
"Namun putusan Bawaslu ini justru membolehkan penggunaan rumah ibadah oleh peserta pemilu untuk keperluan politik praktis sepeeti sosialisasi, dan menaikan citra diri. Selama tidak untuk adanya himbauan memilih pelaku," tuturnya.
Lebih lanjut, Ray menjelaskan putusan Bawaslu kali ini menambah deretan putusan yang menjadikan pemilu jadi mengkhawatirkan.
Sebelumnya, ada putusan KPU yang bolak-balik soal menyoal penetapan peserta pemilu, putusan DKPP yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas dalam kasus dugaan adanya pengaturan MS atau TMS parpol.
"Kini menambahkan putusan yang sama kaburnya. Jika sebelumnya, dalam kasus ketua umum PAN yang diduga melakukan politik uang di Lampung dinyatakan tidak memenuhi sarat untuk ditegakan aturan pemilu," katanya.
"Kini, alasan yang sama dipergunakan untuk kasus Sumenep. Jika sebelumnya argumen yang dipakai adalah belum adanya peserta pemilu, kini argumennya dipersempit karena belum masuk tahapan kampanye," Ray menambahkan.
Sebagai informasi, Bawaslu RI memutuskan kegiatan bagi-bagi amplop berlogo PDIP dalam sebuah masjid di Sumenep, Jawa Timur, bukan sebagai sebuah pelanggaran pemilu.
Ketua Bawaslu RI dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (6/4/2023), menjelaskan aksi bagi amplop tersebut tidak masuk kategori pelanggaran pemilu karena saat ini secara hukum, jadwal kampanye belum dimulai.
"Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu Tahun 2024, kampanye pemilu baru akan dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024," kata Bagja.
Kemudian, lanjut Bagja, PDIP adalah Partai Politik Peserta Pemilu 2024 yang dapat dikategorikan sebagai subyek hukum.
Namun berdasarkan fakta hasil penelusuran, peristiwa yang terjadi dilakukan atas dasar inisiatif personal, dalam hal ini Said Abdullah selaku kader partai, bukan keputusan PDIP.
Dengan pertimbangan tersebut, peristiwa yang terjadi tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran sosialisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018.