News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pekerjaan Rumah Pemerintah Jokowi Wujudkan Pelayanan Publik yang Akuntabel

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi bertajuk Korupsi dan Pelayanan Publik yang diselenggarakan Center for Research on Ethics Economy and Democracy (CREED) di Jakarta, Senin (10/4/2023).

Proses perizinan usaha yang secara birokrasi teramat rumit dan panjang mendorong para pelaku usaha memasuki "ruang-ruang gelap" yang disediakan segelintir oknum pemberi pelayanan publik.

Baca juga: Ombudsman RI Ungkap Ada Satu Wilayah yang Tidak Beri Izin Penilaian Kepatuhan Standar Layanan Publik

"Kalau kita masuk restoran ini, saya masuk saya perkirakan kalau mereka servisnya bagus, paling sekian menit yang saya pesan langsung keluar. Dan menunya harganya ada, jelas. Nah yang kita masuk itu tidak ada, gelap semua. Mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Terus kami buka toko ngga? Tetap buka," ujar Tutum.

"Terus apa yang dilakukan? Lobi-melobi, tolong-menolong. Tolong-menolong di negeri ini gratis engga saya tanya?" sambungnya.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Haryanto, memastikan bahwa pihaknya masih terus memperbaiki sistem birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada publik.

Hal itu menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi agar pemerintah bisa memberikan layanan yang efektif dan akuntabel, sebagai upaya memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

"Kita bicara tentang reformasi untuk melawan korupsi. Sejalan dengan yang diperintahkan oleh Pak Presiden, bahwa yang namanya reformasi birokrasi intinya adalah melayani rakyat dengan lebih baik. Artinya melayani rakyat harus lebih efektif dan akuntabel, karena bicara demokrasi," tutur Nirwala.

Hingga saat ini, pemerintah masih terus berusaha memberantas "ruang-ruang gelap" tempat terjadinya negosiasi antara pengakses dan pemberi layanan publik.

"Misal Pak Tutum minta izin ke saya, mau jalan panjang apa jalan pendek nih? ada yang minta ada yang memberi. Kewenangan ada di sana. Tanpa ada sistem yang bagus, tanpa ada pengawasan yang bagus, terjadilah. Dua belah pihak yang menginginkan kan? Pak Tutum yang ingin cepat, saya yang pegang kuasa. Maka terjadilah perilaku koruptif," tutur Nirwala.

"Yang namanya korupsi itu tidak sekadar memperkaya. Saya memeras, suap menyuap, itu juga tindakan koruptif. Tanpa ada sistem bagus, tanpa ada pengawasan yang kuat, maka akan terjadi penyalahgunaan wewenang, apalagi dengan kewenangan yang sangat besar," tambahnya.

Pengajar Filsafat STF Driyarkara, Heribertus Dwi Kristanto, menekankan bahwa korupsi adalah tindakan yang tidak bermoral dan sudah jelas bertentangan dengan hukum.

Baca juga: Rakorwas Itjen, Menag Yaqut Yakin dengan Digitalisasi untuk Perbaikan Layanan Publik

Dalam upaya memberikan sistem pelayanan publik yang efektif dan akuntabel, ia mendorong agar pemerintah meningkatkan integritas para pegawainya yang bertugas di lapangan.

"Korupsi bukan hanya soal tindakan yang bila salah harus dipidana dengan pasal hukum melainkan lebih-lebih soal sifat, kualitas, watak, moral seseorang. karena tindakan itu akhirnya mengalir dari watak, karakter, dari kualitas kepribadian seseorang. Di sisi lain tidak semua tindakan melanggar hukum bisa dikatakan immoral, tergantung hukumnya," kata Heribertus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini