Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sekaligus Anggota Komite TPPU membeberkan tindak lanjut terkait dugaan tindak pidana pencucian uang yang ditangani Direktorat Jenderal Bea Cukai menyangkut ekspor-impor emas dengan nilai transaksi Rp189 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan perkara tersebut termuat dalam surat bernomor SR-205 dari PPATK.
Awalnya, kata dia, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui pengawasan lapangan dan analisa intelijen terhadap ekspor emas melakukan penangkapan dan penindakan atas ekspor emas yang dilakukan melalui kargo Bandara Soekarno-Hatta oleh PT X pada 21 Januari 2016.
Penangkapan dan penindakan tersebut, kata dia, dilanjutkan proses penyidikan dan bahkan sudah dilakukan sampai proses pengadilan.
Kasus tersebut, kata Sri Mulyani, masuk ke pengadilan negeri tahun 2017.
Saat ini, kata dia, sudah ada keputusan hukum terkait kasus tersebut.
"Hasilnya, untuk putusan akhir untuk pelaku perorangan, jadi ini (pelakunya) PT X dengan dua orang. Putusan akhir dari pelaku perorangan melepaskan dari segala tuntutan hukum," kata Sri Mulyani saat rapat bersama Komisi III DPR RI di Senayan Jakarta pada Selasa (11/4/2023).
"Untuk putusan akhir terhadap pelaku korporasi dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi pidana sebesar Rp500 juta. Ini PK (Peninjauan Kembali)," sambung dia.
Direktorat Jenderal Bea Cukai bersama PPATK kemudian melakukan pendalaman dan membangun kasusnya lagi atas perusahaan-perusahaan terkait yang berafiliasi.
Bea Cukai, kata dia, juga melakukan pengetatan dan pengawasan terhadap impor emas di mana seluruhnya sekarang mayoritas masuk jalur merah.
"Artinya kalau jalur merah secara fisik dibuka dan dilihat. Untuk memastikan bahwa barangnya sama dengan dokumen pemberitahuan impor barang atau PIB-nya," kata dia.
Ia kemudian menjelaskan koordinasi antara Kemenkeu dengan PPATK terkait perkara tersebut.
Sri Mulyani menjelaskan pada bulan Mei 2020, PPATK menyampaikan SR-205 tersebut yang berisi informasi lanjutan atas kasus emas yang ditangani sejak tahun 2017 sampai tahun 2019.
Pada tahun 2020, kata dia, Direktorat Jenderal Bea Cukai telah melakukan beberapa identifikasi entitas wajib pajak baik badan maupun wajib pajak orang pribadi.
Dengan adanya surat itu, kata dia, kemudian dilakukan pertemuan high level meeting antara Kemenkeu dengan PPATK dalam rangka untuk membangun kasus.
Baca juga: Dorong Kasus TPPU Emas Rp 189 Triliun Diusut, Benny K Harman: Ini Dahsyat!
Pertemuan tersebut, kata Sri Mulyani, terutama untuk menyikapi putusan PK di mana dua orang diputus lepas dan perusahaan dipidana denda Rp500 juta.
Bulan Juni sampai dengan Agustus 2020, lanjut dia, Direktorat Jenderal Bea Cukai melakukan analisa terhadap entitas wajib pajak badan yang terkait kepabeanan.
Hasil analisa total dari Pemberitahuan Impor Barang dan PEB-nya, kata dia, mencapai Rp18 triliun.
Kemudian dilakukan paparan Bea Cukai ke PPATK untuk membangun kasus dari hasil analisa tersebut.
Termasuk dalam hal ini analisa terhadap penerima lokal, analisa aspek dari kepabeananan.
Dari pertemuan tersebut, lanjut dia, disimpulkan perlu pendalaman bersama untuk membuktikan indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan.
"Ini tindak pidana asalnya adalah kepabeanan. Dan dilakukan pendalaman sekarang melibatkan aspek perpajakannya. Maka DJP kemudian diundang dan terlibat," kata dia.
Kerja sama bilateral Direktorat Jenderal Bea Cukai dengan PPATK, kata dia, kemudian semakin diperkuat.
Kemenkeu dan PPATK, lanjut dia, di antaranya melakukan pelatihan bersama, pengumpulan data informasi, joint investigasi, bantuan tenaga ahli, dan kajian bersama.
"Bahkan kita melakukan case building terutama menyangkut case impor ekspor emas," sambung dia.
Pada Oktober 2020, lanjut Sri Mulyani, dilakukanlah pertemuan antara Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, dan PPATK untuk melakukan analisa tripartit mengenai kasus emas.
Bentuk kerja sama tersebut, kata dia, dalam rangka pertukaran data intelijen yang sifatnya informal untuk melakukan analisas sektoral dan sektor potensi terutama penerimaan negara.
Pada 6 Oktober 2020, kata dia, kemudian dilakukan kick off analysis tripartit dari Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Pajak, dan PPATK.
Ia mengatakan kemudian disepakati kasus yang dilakukan analisa termasuk salah satunya adalah perusahaan yang bergerak di bidang emas.
Kemudian pada 13 Oktober 2020 dengan mempertimbangkan hasil penyidikan dan proses peradilan dan masih perlunya pendalaman bersama untuk membuktikan indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan maka selanjutnya secara paralel diperlukan optimalisasi tindak lanjut dari sisi aspek pajaknya.
"Dari situ kemudian PPATK menyampaikan surat ke Direktorat Jenderal Pajak berisi analisa dari beberapa perusahaan yang terkait dengan SR-205 Rp187 triliun tadi," kata dia.
"Oleh Pajak, surat dan informasi PPATK dilakukan tindak lanjut dan dari informasi itu kami mendapatkan tambahan penerimaan pajak sebesar Rp20,31 miliar," sambung dia.
Dengan demikian, kata dia, PPATK dan Kemenkeu dan di bawah Koordinasi Komite TPPU akan terus melakukan koordinasi lanjutan untuk melakukan pendalaman terkait surat SR-205 menyangkut Rp187.
Terutama, lanjut dia, menyangkut hasil dari proses hukum yang sudah dilakukan dan data-data serta hasil analisa dari bidang Direktorat Jenderal Pajak.
Baca juga: VIDEO Bentuk Satgas Transaksi Rp349 Triliun: Komite TPPU Mulai dari Kasus Terkait Impor Emas
"Untuk kredibel, untuk meyakinkan masyarakat bahwa kita melakukan terus secara transparan, akuntabel, Komite TPPU, Pak Menko akan melakukan oversight. Kami akan sangat senang untuk diawasi dan untuk meyakinkan bahwa hak negara dari sisi penerimaan bisa kita amankan," kata dia.
"Dan tindak pencucian uang apabila memang ada tindak pidana asal juga akan terus dilakukan penanganannya," sambung dia.