Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengakui masih ada ketimpangan gender dalam kepemimpinan di lembaga peradilan Indonesia.
Ketimpangan itu terbukti dari data yang dihimpun MA, di mana hanya ada 2 hakim perempuan yang memimpin pengadilan tinggi di Indonesia.
"Di lingkungan peradilan umum saat ini, ketua pengadilan tingkat banding, perempuan baru mencapai 6 persen atau hanya 2 orang dari 34 orang," ujar Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Sunarto dalam acara Webinar Hakim Perempuan dan Peningkatan Keberagaman di Peradilan pada Jumat (14/4/2023).
Adapun untuk wakil ketua pengadilan tinggi, hanya 21 persen atau 6 dari 28 orang.
Sementara pada pengadilan negeri, representasi kepemimpinan perempuan cenderung lebih baik. Sebab secara kuantitas, persentasenya lebih tinggi daripada pengadilan tinggi.
Persentase perempuan yang menjadi ketua pengadilan negeri di lingkungan peradilan umum adalah 24 persen atau 85 orang dari 357 orang.
Baca juga: Mahkamah Agung Terjunkan Satgas Khusus Mystery Shopper Awasi Hakim di Pengadilan
Kemudian persentase perempuan yang menjadi wakil ketua pengadilan negeri mencapai 29 persen atau 88 dari 301 orang.
Minimnya pemimpin perempuan pada pengadilan di Indonesia diakui Sunarto bukanlah kondisi ideal.
"Harus kita akui bahwa representasi dan kepemimpinan hakim perempuan pada badan peradilan di Indonesia masih belum sepenuhnya ideal," ujarnya.
Padahal, peran perempuan dinilai penting untuk memperkaya sudut pandang dalam lembaga peradilan.
Keberagaman sudut pandang itu nantinya akan membantu untuk melawan bias dan prasangka dalam menangani perkara.
Baca juga: Mahkamah Agung Memutus 20 Ribu Lebih Perkara di 2022, Syarifuddin: Jumlah Terbanyak Sejak MA Berdiri
"Pada saat kita berhasil melawan bias, prasangka, dan stigma atas kelompok atau individu dengan identitas tertentu, saat itulah inklusifitas diharapkan hadir," kata Sunarto.
Sebab itu, peningkatan representasi dan kepemimpinan hakim perempuan bakal terus dilakukan melalui berbagai pendekatan.
"Selain itu, Mahkamah Agung jugas berkomitmen agar suara hakim perempuan didengar dan diakomodir dalam proses pengambilan keputusan terkait mutasi dan promosi hakim," ujarnya.