TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo resmi memberikan grasi kepada terpidana mati kasus peredaran narkoba Merry Utami.
Setelah menjalani kurungan penjara selama 22 tahun, Merry kemudian mendapat kabar grasi yang ia ajukan di tahun 2016 lalu.
Keputusan ini tertuang dalam Keppres Nomor 1/G Tahun 2023 tertanggal 13 Maret 2023.
Kuasa hukum Merri Utami dari LBH Masyarakat, Aisyah Humaida mengatakan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1/G 2023 itu dikeluarkan pada 27 Februari 2023.
Namun kabar tentang grasi baru diterima Aisyah lewat Merri pada 24 Maret 2023 lewat sambungan telepon.
"Waktu itu dia menyampaikan grasi sudah turun lewat telepon," ujar Aisyah di Kantor LBH Masyarakat, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (13/4/2023).
Aisyah bersama tim LBH Masyarakat kemudian mencoba melakukan konfirmasi dengan bersurat kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Namun surat mereka tak kunjung dibalas, akhirnya Aisyah mendatangi Lapas Semarang tempat Merri ditahan.
"Kamis minggu lalu (6 April 2023) ke Lapas untuk lihat salinan (grasi secara) langsung, dan ternyata hukumannya (untuk Merri) sudah diubah (dari mati menjadi seumur hidup)," ujar Aisyah.
Aisyah mengatakan, grasi dengan nomor surat 02/PID.2016/PN.TNG yang diajukan Merri sebenarnya sudah dikirim sejak 26 Juli 2016.
Baca juga: Grasi Merry Utami Harus Jadi Awal Penghentian Hukuman Mati
Namun, grasi ini baru disetujui setelah tujuh tahun pengajuannya.
Mereka tidak mengetahui alasan mengapa pengabulan grasi tersebut memakan waktu yang lama.
Didorong jadi awal moratorium hukuman mati
Merespons pemberian grasi kepada Merry Utami, terpidana mati kasus peredaran narkotika, oleh Presiden Joko Widodo, Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri mengatakan: