Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Hariyanto Suwarno menyatakan, dari 9 juta pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri berdasarkan data world bank, dominan di antaranya merupakan pekerja di sektor informal.
Hariyanto menyebut, ada sekitar 95 persen PMI yang bekerja di sektor informal hingga tahun 2023 dari total keseluruhan PMI yang ada.
"Ini persentasinya kalau bicara yang G to G (Government to Government) itu masih 5 persen, dibanding 95 persen informal, semua (PMI) negara kita adalah informal," kata Hariyanto dalam diskusi bersama PP Muhammadiyah bertajuk membela keadilan pekerja migran, Kamis (13/4/2023).
Hariyanto menyatakan, dari keseluruhan pekerja yang bergerak di sektor informal itu, dominan mereka bekerja di perkebunan hingga kelautan.
Baca juga: Pemerintah Komitmen Beri Sanksi Tegas Terhadap Pelaku Penempatan Pekerja Migran Indonesia Ilegal
Tak jarang juga kata Hariyanto, PMI yang dikirimkan ke luar negeri itu bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART).
"Kebanyakan teman-teman yang informal, teman-teman yang bekerja di sektor rumah tangga, yang teman-teman yang bekerja di sektor perkebunan, teman-teman yang bekerja di sektor perikanan, laut dan sebagainya," tutur dia.
Ironisnya kata Hariyanto, pemerintah belum sepenuhnya menyadari perihal kesejahteraan dan perlakuan yang spesial bagi pekerja informal ini.
Pemerintah kata dia, cenderung hanya memberlakukan spesial para PMI di luar negeri yang bergerak di sektor formal seperti mereka yang bekerja di kantor pemerintahan di negara penempatan.
"Jangan kemudian (hanya pekerja sektor) G-to-G notabene nya adalah formal, mereka mendapat pendidikan, yang sangat luar biasa kemudian sampai diantar ke negara penempatan dan sebagainya," tukas Hariyanto.
Sebelumnya, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengungkapkan, sindikat penempatan ilegal pekerja migran Indonesia (PMI) masih kerap terjadi karena di-backing oknum pemerintahan.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyebut, negara banyak melakukan kesalahan dalam mencegah warga negara Indonesia menjadi korban penempatan ilegal.
"Negara ini banyak melakukan kesalahan dan gagal dalam mencegah setiap anak bangsa untuk tidak menjadi korban penempatan ilegal," kata Benny, dalam diskusi publik di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Kamis (13/4/2023).
Terkait pernyataannya tersebut, Benny menjelaskan, mengapa praktik penempatan ilegal PMI masih kerap terjadi di Indonesia.
Baca juga: Kemnaker Respon Laporan Menkopolhukam Mahfud MD Soal Oknum Pemerintah dalam Penempatan PMI Ilegal
Menurut Benny, sindikat penempatan ilegal PMI masih dapat beroperasi di Indonesia, karena di-backing oknum-oknum yang memiliki atributif kekuasaan.
"Kenapa penempatan ilegal masih terus terjadi? Karena sindikat dan mafia, penjahat-penjahat ini di-backing oleh oknum-oknum yang memikiki atributif-atributif kekuasaan," ungkapnya.
Lebih lanjut, Kepala BP2MI itu menjelaskan, di antara oknum-oknum beratributif kekuasaan yang dimaksudnya itu merupakan lembaga pemerintahan.
"Mereka yang memiliki atributif kekuasaan itu ada oknum TNI, ada oknum Polri, oknum-oknum kementerian lembaga terlibat, termasuk oknum-oknum di lingkungan BP2MI. Ini pemain," tegasnya.