News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pakar Hukum Sebut Kejaksaan Agung Eksekutor Perampasan Aset 

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gayus Lumbuun dalam diskusi Public Virtue bertajuk Kematian Joshua dan Perkara Sambo di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Hakim Agung, Gayus Lumbuun menilai penegak hukum seharusnya yang melaksanakan perampasan aset.

Ia menuturkan kunci dari perampasan aset dilakukan Kejaksaan Agung dan Kepolisian.

Mantan Anggota Komisi III DPR RI itu menuturkan UU Perampasan Aset sangat diperlukan. Ia mengingatkan bahwa pelaku kejahatan tidak jera bila hanya diberikan hukuman badan tanpa disertai penyitaan aset.

Gayus pun mengatakan penyitaan aset tersebut harus mendapatkan izin pengadilan. Oleh karena itu penyidik harus mendapatkan izin dari pengadilan untuk melakukan penyitaan aset. 

“Jadi pelaksananya jangan PPATK. PPATK itu hanya meninformasikan temuannya. Pelaksanaannya adalah lembaga projustisia,” kata Gayus, Senin (17/4/2023).

Gayus mengatakan masalah penyitaan aset sangat sensitif sebab berkaitan dengan persoalan HAM. Dimana, seseorang belum dinyatakan bersalah sebelum diputus oleh pengadilan.

Selain itu, ia mengungkapkan kunci dari persoalan penyitaan aset adalah di penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung, Kepolisian, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Gayus menambahkan bahwa naskah akademik dari RUU Perampasan Aset ini harus kuat, karena berkaitan dengan HAM. 

Dijelaskannya, perampasan aset ini merupakan follow in crime dari sejumlah kejahatan, misalnya narkotika, tipikor, dan sebagainya.

Gayus juga menjelaskan terkait adanya perbedaan perampasan aset di RUU Perampasan Aset dengan penyitaan barang yang dilakukan terhadap kejahatan korupsi yang merugikan negara.

Dimana perampasan aset ini tidak berdiri sendiri, tapi berkaitan dengan UU Tipikor yaitu pembuktian terbalik. 

Oleh karena itu, Gayus menuturkan lembaga yang melakukan perampasan aset adalah Kejaksaan Agung, Kepolisian, atau lembaga peradilan lain. 

PPATK tidak bisa menjadi lembaga yang merampas aset.

Baca juga: Mahfud MD Pastikan Pemerintah Komunikasi dengan Pimpinan Parpol Soal RUU Perampasan Aset

“PPATK hanya lembaga yang sifatnya bukan peradilan, karena di bawah presiden. PPATK bentuknya lembaga yang memberikan informasi. Memang PPATK berguna bagi penegakan hukum, tapi tidak semua yang berhubungan dengan penegak hukum adalah penegak hukum,” paparnya.

Gayus menjelaskan dalam UU Tipikor itu aset seorang tersangka baru bisa dirampas kalau penyidik bisa membuktikan jika aset tersebut hasil kejahatan. 

Jika  terdakwa tidak bisa membuktikan asetnya itu miliknya diperoleh dengan cara yang sah, maka penyidik masih harus berkewajiban membuktikan bahwa itu hasil kejahatan. 

"Harusnya tidak seperti itu, tapi harus berlaku mutlak. Tesangka harus bisa membuktikan. Beban membuktikan itu ada di orang yang disangkakan. Kalau tersangka tidak bisa membuktikan, yasudah itu hasil kejahatan,” tuturnya.

Gayus mengatakan proses penyitaan dari aset tersangka ini, yang disebut dengan perampasan. 

“Karena ini bukan penyitaan biasa, tapi di luar penyitaan yang biasa. Izin perampasan ini di atas penyitaan," katanya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini