Buya Yahya mengatakan, malam hari raya sering disalah artikan sebagai perubahan dari bulan Ramadan ke bulan Syawal yang dirayakan secara berlebihan.
"Setelah berpuasa hendaknya di malam Idul Fitri mulai menahan, setan sudah mulai bertebaran, yang selama sebulan setan dibelenggu, diikat, mulai keluar, sesuai dengan hawa nafsu kita, sehingga di malam hari raya orang mulai lepas kontrol, yang semula dekat dengan Allah, di malam ini mulai kehancuran," papar Buya Yahya.
Buya Yahya menjelaskan, membaca takbir di hari raya hukumnya sunnah, khususnya pada Hari Raya Idul Fitri.
"Takbir yang dikumandangkan di jalan-jalan adalah sunnah mulai dari terbenamnya matahari akhir Ramadhan sampai imam naik mimbar, disunnahkan kita melantunkan takbir," terang Buya Yahya.
Tambahan berupa Allahu Akbar Kabira wal-hamdu lil-Lahi katsira… dan seterusnya adalah tambahan dari Imam As-Syafi'i, Buya Yahya menuturkan makna terkandung adalah benar dan bukan suatu yang salah.
"Tambahan dari Imam Syafi'i tersebut adalah suatu yang umum dan dianggap sebagai pemberi semangat, boleh dibaca, dan dianggap sebagai kebaikan," imbuh Buya Yahya.
Itu karena terdapat doa-doa, tambahan itu pun juga diambil dari firman Allah SWT dan gabungan hadist-hadist Nabi SAW.
Sementara penambahan wa lau karihal-munafiquun, dari semula wa lau karihal-kafirun, musyrikun adalah hukumnya boleh dikumandangkan.
"Orang munafik adalah kafir bathin, maka menyebut wa lau karihal-munafiquun sangat tidak apa-apa dan aman," pungkas Buya Yahya.
Niat Salat Idul Fitri
Bagi Anda yang terbiasa melafadzkan niat, berikut niat sholat Hari Raya Idul Fitri:
اُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ الفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً إِمَامًا/مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى
Usholli sunnatan liidil fitri rok’ataini mustaqbilal qiblati adaan (imaman/makmuman) lillahi ta’ala
Artinya: “Aku menyengaja sembahyang sunnah Idul Fitri dua rakaat dengan menghadap kiblat, tunai sebagai imam/makmum karena Allah SWT.”
(Tribunnews.com/Abdillah Awang/Banjarmasinpost.co.id/Mariana/TribunJakarta.com)