TRIBUNNEWS.COM - 5 Makna Halal Bihalal dan esensinya bagi kehidupan sosial masyarakat.
Momentum Lebaran biasanya banyak digunakan masyarakat untuk menyelenggarakan acara Halal Bihalal.
Halal Bihalal bahkan sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat yang dimaknai untuk mengembalikan kekusutan hubungan persaudaraan dengan saling memaafkan pada saat dan atau setelah hari raya Idul Fitri.
Dalam ajaran Islam, Halal Bihalal dapat dimaknai sebagai cara menghormati sesama dalam bingkai silaturahmi.
Lantas apa saja makna Halal Bihalal dan esensinya bagi kehidupan sosial Masyarakat?
Simak makna Halal Bihalal dan esensinya bagi kehidupan sosial Masyarakat, yang Tribunnews himpun dari beberapa sumber.
5 Makna Halal Bihalal
1. Berdasarkan Hukum Fikih
Dilansir dari laman UIN Sunan Gunung Djari, Quraish Shihab dalam buku Membumikan Al-Qur’an, menjelaskan sejumlah aspek terkait makna Halal Bihalal.
Jika ditinjau dari hukum Fikih, pengucapan Halal Bihalal dalam konteks pengucapan dapat dimaknai sebagai pesan agar yang melakukannya terbebas dari dosa.
Halal bihalal menjadikan sikap yang tadinya haram atau yang tadinya berdosa menjadi halal atau tidak berdosa lagi.
Ini tentu baru tercapai apabila persyaratan lain yang ditetapkan oleh hukum terpenuhi oleh pelaku halal bihalal.
Yaitu secara lapang dada saling maaf-memaafkan.
Baca juga: Apa Itu Halal Bihalal? Ini Makna dan Asal-usul Tradisinya di Indonesia
2. Halal Bihalal secara Bahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Halalbihalal berarti hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang.
Meskipun terdengar seperti bahasa Arab, namun tidak memiliki makna harfiah.
Namun jika diartikan satu persatu antara halal, bi, dan halal.
Dilansir dari laman Kemenko PMK, istilah 'halal' berasal dari kata 'halla' dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna.
Yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali);
halla al-maa (air keruh diendapkan); serta halla as-syai (halal sesuatu).
Jika ditarik kesimpulan makna halalbihalal adalah kekusutan, kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali.
Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.
Maka halal bihalal adalah suatu kegiatan saling bermaafan atas kesalahan dan kekhilafan sesudah lebaran melalui silaturahmi.
Sehingga dapat mengubah hubungan sesama manusia dari benci menjadi senang, dari sombong menjadi rendah hati dan dari berdosa menjadi bebas dari dosa.
3. Menurut Al-Quran
Halal yang dituntut adalah halal yang thayyib, yang baik lagi menyenangkan.
Maka dalam kata lain Al-Qur’an menuntut agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap Muslim merupakan sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak.
Inilah yang menjadi sebab mengapa Al-Qur’an tidak hanya menuntut seseorang untuk memaafkan orang lain.
Tetapi juga lebih dari itu yakni berbuat baik terhadap orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya.
4. Menjaga kesucian diri
Pelaksanaan Halal Bihalal penting untuk menjaga kesucian diri kita dari dosa dengan sesama manusia, di samping dosa dengan Allah SWT.
Mengutip dari laman UIN Jakarta, dosa kepada Allah SWT akan lebih mudah dihapus-Nya daripada dosa dengan manusia.
Hal itu karena meminta maaf atau bertaubat kepada Allah kemungkinan diterimanya jauh lebih besar, jika dibandingkan dengan meminta maaf kepada manusia.
Karena Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, sedangkan manusia sifatnya tidak demikian.
Terkadang masih tidak mau memaafkan atau pendendam, manusia punya sifat-sifat buruk, sedangkan Allah tidak punya sifat buruk.
Selain itu, meminta maaf kepada manusia hanya berlaku selama manusia itu hidup di dunia.
Maka dapat dengan cara saling berjumpa atau saling berhalal bi halal.
Sedangkan meminta maaf kepada Tuhan bisa terjadi setelah manusia mati atau ketika ia di akhirat nanti.
Baca juga: Erick Thohir Perintahkan Lingkungan BUMN Tak Boleh Gelar Halal Bihalal
5. Melakukan Kebaikan Bersama
Makna Halal Bihalal dapat diartikan untuk saling melepaskan, menguraikan, mencairkan, atau menormalkan.
Hal ini sejalan dengan hadis Nabi riwayat Buchori dan Muslim yang tidak membolehkan memutuskan tali silaturahmi melebihi tiga hari.
Serta hendaknya segera mencairkannya dengan ucapan salam atau damai.
Maka halal bihalal mengandung arti melakukan kebaikan dengan sesama dan menghindari keburukan, atau mengganti perbuatan buruk dengan perbuatan baik.
Hal ini sejalan dengan penggunaan kosakata halalan yang dikaitkan dengan memakan makanan yang baik baik dari zat, sifat maupun prosesnya.
Esensi Halal Bihalal bagi Kehidupan Sosial Masyarakat
Mengutip dari situs MUI, tradisi halal bihalal sebagaimana banyak dipraktikkan masyarakat Indonesia setelah Idul Fitri.
Mereka saling bermaaf-maafan dibuktikan dengan saling bersalaman sambil mengucapkan mohon maaf lahir dan batin.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
Artinya: “Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.” (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah melakukan untuk saling ‘menghalalkan’.
Serta melupakan kesalahan masa lalu seseorang dan kelompok Quraisy di Makkah yang semula memusuhi, menentang dakwah Rasulullah ketika di Makkah.
Baca juga: Mahfud MD Instruksikan Semua Kantor Kementrian, BUMN, Hingga TNI-Polri Menunda Acara Halal Bihalal
Peristiwa ini dalam sejarah disebut dengan Fathu Makkah.
Pada peristiwa Fathu Makkah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakan;
“Ini adalah hari kasih sayang (yaumul marhamah), hari di mana Allah SWT memuliakan bangsa Quraisy”.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan jaminan keselamatan jiwa, harta, dan jaminan kehormatan kepada penduduk Makkah.
Dari peristiwa Fathu Makkah, dapat diketahui esensi dari menghalalkan atau saling memaafkan.
Esensi halal bihalal dapat tercapai jika diantara masyarajat dapat menempatkannya sebagai media rekonsiliasi lahir dan batin.
Sekaligus perekat sosial, baik antarpersonal ataupun antarkelompok dan golongan.
Jadi pelaksanaan halal bihalal tidak saja bernilai ibadah karena didalamnya terdapat muatan silaturrahim.
Tetapi juga bisa menjadi media yang dapat menyatukan dan menguatkan.
(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)