TRIBUNNEWS.COM - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melarang Partai Buruh menggelar aksi peringatan Hari Buruh Internasional 2023.
Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin mengatakan, surat larangan dari Bawaslu tersebut diterima oleh seluruh pengurus partainya di semua daerah di Indonesia.
Said mengatakan, Partai Buruh menyatakan keberatan atas larangan dari Bawaslu tersebut.
"Setelah kami menyatakan keberatan atas larangan Partai Buruh menggelar aksi May Day, tiba-tiba saja malam ini pengurus kami di seluruh Indonesia secara serentak dibombardir oleh Bawaslu," kata Said, melalui keterangan pers tertulis, Minggu (30/5/2023) malam.
Said mengaku, Bawaslu membombardir Partai Buruh dengan mengirimkan surat edaran yang pada intinya meminta pihaknya tidak menggelar kegiatan pada peringatan May Day 2023.
"Sudah ratusan pengurus kami diberbagai daerah yang menyampaikan laporan kepada saya. Padahal kami sendiri di pusat sama sekali tidak dikirimi surat seperti itu," sambungnya.
Baca juga: H-1 Jelang May Day, Partai Buruh Dibombardir Surat Dilarang Gelar Aksi oleh Bawaslu
Said mengungkapkan, ada pengurus Partai Buruh yang diminta datang ke Bawaslu daerah tanpa undangan resmi.
"Ini ada apa, ketika kami semua sedang bersiap menggelar acara Mayday besok, kok tiba-tiba mereka mengancam kami?" ujarnya.
"Bahkan sampai ada pengurus kami yang diminta datang ke Kantor Bawaslu di daerah, tanpa undangan resmi pula," katanya Said.
Said menuding Bawaslu sedang ikut bermain politik dengan kedok sebagai pengawas pemilu.
Pasalnya, Bawaslu juga melakukan pembatasan aksi May Day terhadap Partai Buruh dengan tidak memperbolehkan membawa atribut partai dan menyuarakan isu perburuhan.
"Pesan berbau ancaman ini memberi indikasi bahwa Bawaslu daerah memiliki tendensi politik," ujar Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin saat dihubungi TribunJakarta.com, Minggu (30/4/2023).
"Sebagian dari mereka tampaknya sedang bermain politik dengan topeng sebagai pengawas," imbuhnya.
Partai Buruh menganggap apa yang telah dilakukan Bawaslu 'offside' dan mengancam demokrasi.
"Bagaimana mungkin pengawas Pemilu membuat sebuah kebijakan yang hanya dikhususkan kepada salah satu parpol peserta Pemilu? Ini jelas sangat membahayakan buat demokrasi," ujar Said.
Dia menambahkan, Partai Buruh menentang pembatasan yang dilakukan oleh Bawaslu pada peringatan May Day 2023.
"Sangat tidak mungkin Partai Buruh diminta untuk tidak merayakan Hari Buruh Internasional dan dilarang menyuarakan kepentingan buruh," jelasnya.
"Sedangkan jati diri dan alasan partai ini didirikan adalah untuk membela kepentingan kelas pekerja," imbuhnya.
Said mengatakan, Bawaslu tidak mamahami kultur buruh.
"Mereka tidak paham bahwa buruh dan Partai Buruh adalah dua entitas yang menyatu dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain," ujarnya.
Diketahui, salah satu yang dipersoalkan Bawaslu kepada Partai Buruh yakni dengan tidak melakukan kampanye terselubung dalam aksi mereka, seperti mengibarkan bendera partai dan mengajak untuk memilih mereka pada Pemilu lantaran belum waktunya kampanye.
Said mengatakan, apabila ada bendera Partai Buruh sejatinya merupakan hal yang wajar lantaran aksi besok memang digagas oleh Partai Buruh.
"Seandainya pun pada aksi May Day terpasang spanduk, poster, atribut, atau orasi yang menyuarakan kepentingan kaum pekerja, hal itu sulit dihindari sebab aspirasi buruh sama dengan program Partai Buruh," ujar Said.
"Oleh sebab itu, ketidakmengertian pengawas Pemilu tentang kultur kelas pekerja ini tidak boleh berujung pada kekeliruan menjalankan fungsi pengawasan yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesalahan dalam menerapkan aturan Pemilu," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Abdillah Awang, Ibriza Fasti Ifhami)(TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)