TRIBUNNEWS.COM - Persatuan Nasional Aktivis 98 (Pena 98) memastikan tidak memberikan dukungan kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabwo Subianto di Pilpres 2024.
Hal itu ungkapkan oleh mantan aktivis 98 dari Sulawesi Tenggara, Erwin Usman.
Erwin Usman mengatakan, tidak akan mendukung calon presiden (capres) yang telah melakukan pelanggaran HAM di masa lalu.
"Kami tidak mendukung calon presiden maupun wakil presiden yang melakukan pelanggaran HAM di masa lalu," kata Erwin di Gedung Graha Pena 98, Jalan HOS Tjokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).
Ia menyebut Prabowo Subianto pernah terlibat dalam kasus penculikan mahasiswa.
"DKP Perwira TNI diputuskan bahwa yang bersangkutan (Prabowo) terlibat dalam kasus penculikan mahasiswa," ujar Erwin.
Baca juga: Prabowo Ajak Anies dan Ganjar Bersaing Sehat Adu Program, Tanda 3 Capres Bertarung di Pilpres 2024?
Sementara Oktaviansyah, Presidium Nasional Pena 98 Bali juga menegaskan menolak calon presiden maupun calon wakil presiden (capres-cawapres) pelanggar hak asasi manusia (HAM) dan pelaku politik identitas.
"Ketika berbicara pelanggaran HAM maka kita berbicara penculikan aktivis dan kita menolak Prabowo Subianto. Ketika berbicara politik identitas maka kita juga menolak Anies Baswedan," kata Oktaviansyah.
Ia pun mengungkapkan mengenai sikap politik dari Pena 98 yang akan memberikan dukungan kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Namun, pihaknya akan mencari waktu yang tepat untuk mendeklarasikan dukungannya tersebut.
"Kalau sikap politik Pena 98 mungkin kalau boleh saya berikan info sekarang jelas kami mendukung Bapak Ganjar Pranowo,tapi terkait apakah akan kami deklarasikan timenya tunggu saja kawan-kawan," terangnya.
Prabowo Subianto Harus Ambil Suara dari Basis Pemilih Nasionalis Jika Ingin Menang di Pilpres 2024
Sementara itu, Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan jika Prabowo Subianto ingin menangi Pilpres 2024 harus ambil basis pemilih nasionalis.
Djayadi menilai bahwa capres harus mencari dukungan dari suatu kelompok yang independen.
"Capres harus mencari dukungan dari kelompok yang lebih independen yang bisa kemana-mana saja."
"Misalnya dulu Pak Prabowo dianggap dukungannya lebih banyak dari kalangan berbasis Islam tetapi untuk menang harus membujuk sebanyak mungkin pendukung Jokowi," kata Djayadi di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Ia juga menuturkan bahwa Ketum Partai Gerindra itu perlu mendapatkan dari para pendukung pemilih Jokowi serta basis Islamnya yang tak terlalu kuat.
"Jadi Prabowo perlu mendapatkan dukungan (pemilih Jokowi) yang basis Islamnya tidak terlalu kuat," sambungnya.
Sementara itu, Anies Baswedan dikatakan Djayadi juga perlu mengambil basis pemilih Jokowi di 2019.
"Sebaliknya juga Anies jika ingin menang memang selama ini Anies diasosiasikan dengan kelompok-kelompok Islam yang tidak pro pemerintah dan Jokowi di daerah-daerah itu dianggap jadi basisnya Anies," katanya.
"Kalau Anies mau menang dia harus menjangkau pemilih yang Jokowi menang di 2019 lalu. Untuk itu dia tidak bisa menggunakan politik identitas karena orang tidak akan tertarik," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Ifan/Fersianus Waku/Rahmat Fajar Nugraha)