"Proses penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan telah mencederai proses berdemokrasi,"
"Tidak adanya bentuk perlindungan hukum yang nyata bagi seorang dokter, bukan tidak mungkin akan menimbulkan timbulnya pelayanan kesehatan yang tidak optimal bagi pasien, misalnya akan menimbulkan risiko adanya defensive medicine," kata Yanti, Senin (8/5/2023) dikutip dari TribunMataram.com.
Ada juga puluhan anggota IDI Banyuwangi mengenakan ikat kepala yang bertuliskan Stop RUU Kesehatan, dan memasang pita hitam pada lengan baju mereka.
Yanti juga menambahkan bahwa pentingnya profesi sebagai 'penjaga gawang' profesi dokter dengan merespon adanya indikasi pelemahan organisasi profesi dalam RUU Kesehatan.
"Profesionalisme dokter hanya dapat ditegakkan dengan mengedepankan etika kedokteran, oleh karena itu organisasi profesi dokter yang tunggal, yaitu IDI sangat diperlukan untuk menjaga dan mengawal profesionalisme dokter Indonesia," tambahnya.
Selain itu, ada juga aksi demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan nakes di depan Gedung DPRD Pamkeasan, Madura, Senin (8/5/2023).
Terdapat 1.360 nakes yang ikut demonstrasi tersebut.
Mereka menolak pemabahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Para nakes yang mengikuti unjuk rasa tersebut gabungan dari lima organisasi profesi kesehatan.
Rinciannya 100 nakes dari organisasi IDI, 700 nakes dari organisasi PPNI, 555 bidan, 80 IAI dan 28 PDGI.
Mereka kompak mengenakan pakaian putih yang dilekati pita hitam sebagai tanda penolakan terhadap RUU Kesehatan tersebut.
Diketahui, seluruh UU terkait kesehatan yang saat ini eksis, telah dengan baik mengatur segala hal mulai dari definisi profesi, asas, tujuan, tugas, wewenang, regulasi praktik, kolegium, konsil hingga pengembangan, pembinaan dan pengawasan anggota dalam pelayanan terbaik kepada masyarakat.
(Tribunnews.com/Pondra Puger)(TribunAmbon.com/Adjeng)(TribunMataram.com/Aflahul)