News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

PKPU 10/2023 Berangus Pencalonan Perempuan, Aktivis Desak Bawaslu Kirim Rekomendasi ke KPU 

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis perempuan, Ida Budhiati

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Koalisi masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan telah memberikan ultimatum 2x24 jam kepada Badan Pengawasan Pemilu Indonesia (Bawaslu RI) berkaitan dengan pengaturan di dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a Peraturan Komisis Pemilihan Umum (PKPU) No. 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Legislatif.

Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendesak Bawaslu memberikan rekomendasi kepada KPU agar segera mengoreksi Peraturan KPU tersebut.

Menurut aktivis perempuan, Ida Budhiati mengatakan, peraturan tersebut telah memberangus kebijakan afirmasi 30 persen pencalonan perempuan.

Ida Budhiati menjelaskan PKPU 10/2023 ini mengamputasi hak politik perempuan karena KPU membuat regulasi teknis yang tidak sesuai dengan aturan.

"Aturan menyebutkan bahwa cara hitung 30 persen keterwakilan perempuan bila terdapat angka pecahan desimal di bawah 50 maka dilakukan pembulatan ke bawah. Sementara regulasi sebelumnya, apabila hasil hitung 30 persen terdapat pecahan desimal di bawah 50 itu dilakukan pembulatan ke atas," kata Ida saat konferensi pers secara virtual, Rabu (10/5/2023).

Baca juga: Bawaslu Temukan Tenaga Pendamping Profesional Kemendes Kampanyekan Muhaimin dan PKB di Pemilu 2024

Menurutnya regulasi demikian berdampak pada hilangnya hak politik perempuan.

Jumlah perempuan yang menjadi bakal calon akan lebih sedikit dan melanggar apa yang telah ditetapkan di undang-undang nomor 7 tahun 2017.

Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa KPU harus memenuhi sumpah jabatan dan harus memperlakukan peserta Pemilu secara adil dan setara.

Menurut Ida peserta Pemilu itu tidak hanya partai politik tapi juga antar calon yang bersaing, termasuk perempuan.

"Di undang-undang nomor 7 tahun 2017, disebutkan bahwa daftar calon menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.

Jadi kalo kurang dari 30 persen kan tidak sesuai dengan perintah undang-undang. Tapi kalo lebih dari 30 persen itu lebih baik. Ini yang kami pandang bahwa regulasi ini memberikan dampak hilangnya hak politik perempuan," ujarnya.

Ada 2 hal yang dituntut koalisi masyarakat.

Pertama, menuntut KPU memiliki sense or urgency untuk segera menetapkan revisi PKPU No.10 tahun 2023 dengan menyampaikan kepada DPR dan pemerintah.

Kedua, agar penyelenggara Pemilu, termasuk KPU, Bawaslu dan DKPP, melaksanakan tugas dan fungsinya secara mandiri, profesional, transparan, dan akuntabel.

"Masyarakat sipil itu mempunyai fungsi untuk melakukan kontrol sosial, pengawasan terhadap cara kerja wasit Pemilu. Jika cara kerjanya tidak sesuai dengan peraturan undang-undang dan tidak sesuai dengan sumpah jabatan, maka masyarakat sipil bisa menggunakan akuntabilitas dengan menggunakan mekanisme hukum yang ada dalam UU7/2017," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini