TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengakui, over kapasitas menjadi salah satu masalah serius di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Kendati demikian, Wamenkumham menilai, masalah over kapasitas di lapas bisa diatasi dengan kebijakan maupun produk hukum.
Misalnya, melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Over kapasitas adalah masalah yang sangat serius namun bisa diatasi dengan perubahan sejumlah Undang-Undang diantaranya KUHP," kata Wamenkumham dalam keterangannya, Sabtu (12/5/2023).
Eddy Hiariej, sapaan Wamenkumham itu menyebutkan, kelebihan narapidana di lapas sangat berdampak terhadap keamanan dan kenyamanan.
Di sisi lain, over kapasitas di dalam lapas tidak hanya menjadi tanggung jawab dari Kemenkumham.
Menurut Eddy Hiariej, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) yang memiliki tugas mengelola lapas tidak memiliki kewenangan untuk menolak narapidana yang sudah mendapat putusan pidana dari hakim.
Oleh sebabnya, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) itu berpandangan, harus ada kebijakan dan aturan yang tidak hanya mengedepankan pidana sebagai hukuman.
Menurut Wamenkumham, disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 ini diharapkan dapat mengurangi persoalan over kapasitas lapas.
Sebab, KUHP yang bakal berlaku pada 2 Januari 2026 ini mengatur, proses hukum terhadap pelaku tindak pidana tidak lagi mengutamakan penjara sebagai hukuman.
Terlebih, salah satu visi KUHP baru adalah mencegah dijatuhkannya pidana penjara dalam waktu singkat.
Namun, terhadap pelaku kejahatan pidana yang divonis di bawah 5 tahun bisa dikenakan pidana pengawasan atau kerja sosial sesuai dengan syarat dan ketentuan dalam KUHP.
Baca juga: Wamenkumham Sebut KUHP Baru jadi Ikhtiar Pemerintah Tekan Over Kapasitas Narapidana di Lapas
"KUHP baru tidak lagi mengutamakan pidana penjara," tandas Wamenkumham.