TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) mendorong pemerintah menetapkan tanggal 21 Mei sebagai Hari Reformasi yang bisa diperingati setiap tahun.
Sekjen Aldera, Pius Lustrilanang mengatakan tanggal 21 Mei sebagai puncak sejarah reformasi di mana saat itu elemen mahasiswa berjuang hingga pemerintah rezim Orde Baru lengser.
Untuk mengenang perjuangan elemen mahasiswa tersebut, Pius mendorong agar tanggal 21 Mei ditetapkan menjadi Hari Nasional.
"Ada hari Kesaktian Pancasila, ada hari Lahir Pancasila, kenapa tidak ada hari reformasi? Saya mengusulkan kepada pemerintah, untuk menetapkan tamggal 21. Mei sebagai Hari Reformasi diperingati setiap tahun," kata Pius Lustrilanang di gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Minggu (21/05/2023).
Pius mengatakan reformasi di Indonesia berhasil diperoleh dengan susah payah, khususnya oleh elemen mahasiswa yang pada puncaknya di tahun 1998 berhasil menggulingkan pemerintahan Presiden Soeharto atau rezim orde baru.
"Kita ingin ingatkan bahwa reformasi diperjuangkan dengan susah payah.
Begitu banyak orang ditangkap, dibunuh, disiksa. Perlu 20 tahun perjuangam mahasiswa perjuangan reformasi itu sendiri," ucap Pius.
Mengenai progres dari reformasi yang diperjuangkan elemen mahasiswa saat menumbangkan rezim orde baru, Pius berpendapat saat ini sistem demokrasi telah cukup baik.
"Menurut saya semua prasyarat demokrasi sudah ada, Pemilu yang bebas, pemilihan presiden langsung, kita punya kebebasan berpartai, ada supremasi hukum, ada penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi kita sudah bagus," kata Pius.
Baca juga: Aktivis 98: Menteri Terjerat Korupsi Jadi Kado Pahit Peringatan 25 Tahun Reformasi
Kendati demikian, Pius menilai demokrasi saat ini belum mencapai titik ideal karena masih terbilang prosedural, belum substansial.
"Yang substansial itu harus membawa sebanyak-banyaknya kemakmuran, keadilan pada rakyat. Ini semua (demokrasi saat ini) masih prosedural, tapi reformasi masih berproses. Banyak sekali perkembangan (reformasi), kita jaga supaya tidak mundur kembali.
Tinggal kita harus waspada terhadap upaya-upaya kembali ke masa lalu. Itu saja," timpal mantan aktivis yang kini menjabat sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini.
Kekhawatiran tersebut menurut Pius bukan tanpa sebab.
Di usia reformasi yang telah menginjak 25 tahun, dirinya menyebut masih ada upaya-upaya untuk kembali ke masa lalu.
Upaya tersebut di antaranya dengan wacana menambahkan batasan jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode dan penundaan Pemilu.
"Semua itu adalah wacana yang membahayakan bagi demokrasi. Hari ini kami sengaja kumpulkan mereka (25 ribu orang Aldera) yang menolak gagasan ini untuk bersama kembali ke DPR, mengingatkan teman-teman di DPR, agar patuh pada konstitusi, mengingatkan agar semuanya patuh," katanya.
Napak Tilas untuk Petingati 25 Tahun Reformasi
Ribuan orang dari Aldera melakukan long march untuk memperingati 25 tahun reformasi, Minggu (21/5/2023).
Acara dipusatkan di area Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Pantauan di lokasi, massa yang menggunakan dresscode baju hitam mulai berdatangan ke Gedung DPR/MPR sejak pukul 05.30 WIB.
Tepat pukul 06.30 WIB, Sekjen Aldera, Pius Lustrilanang melepas massa yang berkumpul di lapangan bola Gedung DPR/MPR untuk mulai bergerak jalan santai sekaligus napak tilas peristiwa unjuk rasa terbesar yang dilakukan elemen mahasiswa di Gedung DPR/MPR 21 Mei 1998 lalu.
Keluar dari pintu belakang DPR, massa Aldera melintasi Jalan Lapangan Tembak menuju Jalan Gerbang Pemuda kemudian masuk kembali ke dalam Gedung DPR/MPR melalui Jalan Gatot Subroto.
Pius beserta para aktivis Aldera dan Roemah Djoeang turut serta dalam kegiatan Jalan Santa 25 Tahun Reformasi bertajuk 'Reformasi Memanggil' ini.
Setibanya di dalam kawasan DPR/MPR, Pius dan massa Aldera memenuhi anak tangga Gedung Kura-kura dan berfoto bersama, seperti halnya mahasiswa yang berjuang menumbangkan rezim Presiden Soeharto di tahun 1998.
Selama long march hingga foto bersama di Gedung DPR/MPR, massa terus meneriakkan tiga jargon yaitu tolak tiga periode, Konstitusi harga mati, dan jaga demokrasi.
Pius mengungkapkan, long march napak tilas ke Gedung DPR/MPR karena rumah para wakil rakyat ini memiliki sejarah dalam peristiwa reformasi.
"Karena di sinilah tempat bersejarah di mana ribuan mahasiswa menduduki DPR MPR 25 tahun yang lalu, yang menandai keberhasilan reformasi, ditandai dengan pidato presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya. Ini napak tilas sejarahnya," kata Pius.
Demikian pula dengan foto bersama di anak tangga Gedung Kura-kura disebutnya sebagai reka ulang mengenang perjuangan mahasiswa untuk meruntuhkan rezim orde baru dan menuntut sistem demokrasi yang baik.
"Ini foto untuk mengenang kembali, mereka ulang kembali peristiwa yang terjadi 25 tahun lalu ketika ribuan mahasiswa menduduki gedung DPR MPR dan gedung kura kura. Dan itu foto paling ikonik di tahun 1998," ujar Pius.
"Kita mengulang kembali agar seluruh mahasiswa untuk ingat akan perjuangan reformasi dan setia pada demokrasi. Demokrasi ini harus tetap dirawat dijaga," lanjut dia.
Dalam kegiatan yang diinisiasi Aldera dan Roemah Djoeang ini, panitia membagikan sejumlah doorprize menarik diantaranya 2 unit mobil, 2 tiket umrah, 5 sepeda motor, 25 laptop Lenovo, 25 HP Realme, 25 Sepeda Pacific Ekotix, dan 25 kulkas AQR.
Peserta didominasi masyarakat dari Jabodetabek. Ada pula peserta dari luar daerah seperti Kalimantan dan Sumatera.