News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Refleksi 25 Tahun Reformasi: Pegiat HAM Soroti Mandeknya Reformasi Militer

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Catatan Diskusi Publik Imparsial “Refleksi 25 tahun Reformasi: RUU TNI Mengancam Demokrasi dan Melanggar Konstitusi” Café Sadjoe Tebet, 21 Mei 2023.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menyoroti penambahan jenis-jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dalam Revisi Undang-undang (RUU) tentang TNI.

Usman menilai, kebijakan tersebut sangat keliru karena menunjukkan paradigma dan keinginan politik untuk memperluas keterlibatan peran militer di luar sektor pertahanan negara.

"Penambahan jumlah Operasi Militer Selain Perang dari 14 menjadi 19 itu jelas satu hal yang sangat keliru yang ada di dalam Revisi UU TNI. TNI akan kembali berada di atas hukum dan tidak lagi berada di dalam kesetaraan di muka hukum apabila Undang-undang ini direvisi," ujar Usman dalam acara Catatan Diskusi Publik Imparsial “Refleksi 25 tahun Reformasi: RUU TNI Mengancam Demokrasi dan Melanggar Konstitusi” di Café Sadjoe Tebet, 21 Mei 2023.

Menurut Usman, capaian reformasi militer terancam mundur total jika pemerintah mengesahkan revisi UU TNI.

"Revisi UU TNI ini menjadi cek kosong untuk mengembalikan TNI kepada fungsi politik dan sosialnya sebagaimana zaman rezim Orde Baru. Neo-developmentalisme atas nama pembangunan kemudian menyeret TNI kepada fungsi yang bukan urusan pertahanan," katanya.

TNI, sambungnya, sejatinya adalah alat pertahanan negara yang tugasnya mempertanakan NKRI dan menjalankan kebijakan pertahanan negara.

Seharusnya pemerintah membuat kebijakan negara melalui Dewan Pertahanan Negara yang hingga saat ini pun belum dibentuk oleh pemerintah, padahal diamanatkan dalam UU Pertahanan Negara.

"Otoritas sipil juga berupaya menyeret TNI untuk terlibat dalam urusan pemberantasan narkotika, menjaga pembangungan, dan sejumlah tugas dan fungsi yang memundurkan reformasi TNI."

Baca juga: Laksamana Yudo Sebut Draf Awal Revisi UU TNI Seharusnya Tak Boleh Beredar di Publik

Di tempat yang sama, M. Isnur, Ketua YLBHI, menilai, revisi UU TNI ini ingin menambahkan atau repositioning TNI untuk terlibat dalam urusan keamanan dalam negri.

"Hal ini tentunya sudah lari dari komitmen kita berkonstitusi. Ini mengingkari sejarah dan konstitusi. Draft revisi UU TNI terdapat penambahan jabatan TNI aktif dalam institusi sipil, masuk dalam tugas-tugas menjaga keamanan, masuk ke posisi/ jabatan politik sipil."

"KPK juga kesulitan menyelidiki kasus-kasus korupsi di tubuh militer. Pertimbangan ingin memasukkan TNI ke dalam insitusi sipil tidak jelas dan tidak beralasan. Problem koordinasi antar institusi menjadi suatu hal yang serius di Indonesia, jika ini ditambah maka akan banyak operasi yang tumpang tindih," ujarnya.

Seharusnya, kata Isnur, program yang telah berjalan yang melibatkan TNI seharusnya dievaluasi terlebih dahulu.

"Kita harus mengawal perubahan dalam reformasi pertahanan dalam TNI. Demokrasi dan HAM serta paling utama Konstitusi harus diperhatikan dan menjadi acuan. Tahun 1998 menandai adanya perubahan wewenang TNI. Bahwa TNI harus fokus sebagai alat pertahanan."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini