TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan permohonan uji materi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Gugatan itu juga terkait usia pimpinan KPK.
Kini masa jabatan Pimpinan KPK untuk satu periode menjadi 5 tahun.
Sebelum diubah MK, masa jabatan Pimpinan KPK ialah 4 tahun.
"Yang semula berbunyi 'Pimpinan KPK memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan', bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pimpinan KPK memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan'," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan, Kamis (25/5).
Baca juga: Pakar Nilai Putusan MK Soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun Bernuansa Politis
Dalam putusannya MK menilai terdapat ketidakadilan mengenai masa jabatan 4 tahun Pimpinan KPK.
MK merujuk ada sekitar 11 lembaga negara maupun komisi independen yang memiliki masa jabatan pimpinannya selama 5 tahun, yakni KPPU, Ombudsman, Komnas HAM, KY, LPS, LPSK, OJK, KASN, KPAI, KPU, serta Bawaslu.
"Oleh karena itu menurut mahkamah ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama 4 tahun adalah tidak saja bersifat diskriminatif tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya yang sama-sama memiliki nilai constitutional importance," kata Hakim Guntur Hamzah membacakan pertimbangan.
"Selain itu, berdasarkan asas manfaat dan efisiensi, masa jabatan pimpinan KPK selama 5 tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya. Sehingga siklus waktu pergantian pimpinan KPK seharusnya adalah 5 tahun sekali, yang tentu saja akan jauh lebih bermanfaat daripada 4 tahun sekali," imbuhnya.
Selain itu MK juga menyatakan bahwa bila ada pergantian Pimpinan di tengah masa jabatan, maka Pimpinan pengganti itu akan menjabat penuh.
Bukan meneruskan masa jabatan sisa Pimpinan yang digantikannya.
"Pada prinsipnya masa jabatan Pimpinan KPK pengganti tidak melanjutkan masa jabatan Pimpinan KPK yang berhenti atau diberhentikan. Dalam hal ini bukan merupakan PAW namun penggantinya akan menjalani masa jabatan yang penuh," ujar Guntur Hamzah.
"Sebab karakter pengisian Pimpinan KPK berbeda dengan pengisian anggota DPR dan DPD. Dengan demikian, dapat diyakini akan semakin menjamin keberlangsungan dan kesinambungan tugas pimpinan KPK dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," sambungnya.
Rencana Seleksi Pimpinan KPK
Sehari sebelumnya, pemerintah berencana membentuk Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk periode 2023-2027.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan, Pansel Capim KPK mulai bekerja pada Juni 2023.
Nantinya, ada waktu enam bulan bagi Pansel untuk mencari sosok capim pengganti para pimpinan KPK periode 2019-2023 yang akan habis masa jabatannya pada Desember 2023.
"Jadi nanti Pansel KPK yang akan kita bentuk itu kita harapkan sudah mulai bekerja sebelum pertengahan Juni 2023. Masih ada waktu enam bulanlah untuk proses seleksi," ujar Pratikno dalam keterangan video yang diunggah YouTube Sekretariat Negara pada Rabu (24/5/2023) dikutip dari Kompas.com.
"Sebagaimana pengalaman seleksi pejabat publik selama ini, enam bulan itu waktu yang cukup untuk menemukan putra-putri terbaik ya," kata dia.
Pratikno mengatakan, saat ini pemerintah sedang melakukan finalisasi pembentukan Pansel Capim KPK yang dimaksud.
Masa jabatan para pimpinan KPK periode 2019-2023 akan habis pada Desember 2023.
"Saat ini pemerintah sedang memfinalisasi pembentukan pansel KPK. Jadi sesuai UU KPK, itu masa jabatan pimpinan KPK adalah empat tahun," kata Pratikno.
"Artinya, pimpinan KPK sekarang masa jabatannya akan berakhir nanti pada tanggal 20 Desember 2023. Karena dulu pelantikannya empat tahun yang lalu adalah 20 Desember," ujar dia.
Lima orang pimpinan KPK periode 2019-2023 dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 20 Desember 2019.
Mereka resmi terpilih melalui serangkaian proses seleksi yang ketat dan mengalahkan puluhan peserta lain yang juga turut mendaftar di bursa capim KPK saat itu.
Lima orang tersebut yakni Nawawi Pamolango, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Firli Bahuri.
Usia Pimpinan KPK
Sementara terkait gugatan tentang batas usia untuk bisa mencalonkan diri menjadi pimpinan KPK, MK juga mengabulkan gugatan yang diajukan Ghufron.
Ghufron menggugat pasal yang mengatur syarat untuk bisa menjadi pimpinan KPK adalah berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
Dalam UU KPK sebelumnya, dalam pasal yang sama, syarat menjadi pimpinan KPK minimal 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
Dalam amar putusannya, MK mengabulkan gugatan Ghufron untuk seluruhnya. Kini, ada penambahan syarat yakni mereka yang berpengalaman sebagai Pimpinan KPK.
"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman.
"Menyatakan Pasal 29 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang semula berbunyi "berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan" bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat," jelas Anwar Usman.
"Sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan," tutur Anwar Usman.
Putusan MK Tidak Bulat
Meski gugatan yang diajukan Ghufron dikabulkan, namun putusan yang dibuat MK itu tidak bulat.
Empat Hakim Konstitusi berbeda pendapat atau dissenting opinion.
Mereka menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Empat Hakim Konstitusi tersebut yakni: Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Keempat hakim konstitusi tersebut menilai seharusnya gugatan yang diajukan oleh Nurul Ghufron ditolak. “Kami berpendapat, petitum pemohon yang memohon kepada mahkamah untuk memaknai norma pasal 34 UU 30/2002 menjadi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 tahun' adalah tidak beralasan menurut hukum sehingga seharusnya mahkamah menolak permohonan a quo," kata Hakim Konstitusi Enny saat membacakan dissenting opinion atas putusan MK yang mengabulkan gugatan Nurul Ghufron.
Enny menjelaskan argumen yang dibangun oleh pemohon sama sekali tidak menyinggung soal keterkaitan masa jabatan pimpinan KPK dengan konteks kelembagaan.
Ghufron dinilai hanya mengutarakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK yang lebih singkat dibandingkan beberapa lembaga lainnya memunculkan ketidaksetaraan.
"Munculnya anggapan bahwa kedudukan KPK lebih rendah dibandingkan dengan lembaga non kementerian lainnya merupakan asumsi belaka karena tidak ditopang oleh bukti yang cukup meyakinkan," kata Enny.
Terlebih lagi, terkait dengan masa jabatan sejumlah komisi atau lembaga berbeda dengan KPK, sebagaimana dalil Ghufron, ternyata memang tidak seragam pengaturannya. Enny mencontohkan bahwa KPK memang masa jabatannya pimpinannya 4 tahun.
Tetapi bukan hanya KPK saja yang berbeda, tidak 5 tahun, seperti lembaga lainnya.
Enny menyebut sejumlah lembaga lain yang masa jabatannya juga 4 tahun bahkan ada yang 3 tahun.
"Misalnya pimpinan KPK memegang jabatan 4 tahun, anggota komisi informasi diangkat untuk jabatan 4 tahun, masa jabatan anggota KPPU adalah 5 tahun, masa jabatan Keanggotaan Komnas HAM 5 tahun, Komisi Yudisial 5 tahun dan masa jabatan ketua dan wakil ketua anggota KPI Pusat dan KPI Daerah 3 tahun," kata Enny.
Ketidakseragaman mengenai masa jabatan ini dinilai oleh keempat Hakim Konstitusi tidak dapat ditafsirkan telah menimbulkan ketidaksetaraan, ketidakadilan dan ketidakpastian hukum serta diskriminatif dan timbulnya keraguan masyarakat atas posisi independensi KPK. "Sebagaimana didalilkan oleh pemohon," kata Enny.
Lebih lanjut, terhadap argumentasi Ghufron keempat Hakim Konstitusi menyebut seharusnya upaya mengubah masa jabatan pimpinan lembaga negara dikaitkan dengan desain kelembagaan dan bukan berkenaan dengan ketidakadilan atau perlakuan yang tidak sama antara masa jabatan satu pimpinan lembaga negara dengan masa jabatan pimpinan lembaga negara lainnya.
Kemudian, terkait argumentasi mengenai pengubahan masa jabatan pimpinan lembaga negara adalah adanya kerugian hak dari Ghufron sebagai pimpinan KPK atas perlakuan yang tidak sama, maka sesungguhnya pemohon membangun dalil mengenai ketidakadilan tanpa mempertimbangkan hak orang lain yang juga berminat untuk mengajukan diri sebagai calon pimpinan KPK.
"Dengan mahkamah mengabulkan permohonan yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun, dikhawatirkan akan memantik permohonan lain di kemudian hari terhadap adanya perbedaan masa jabatan pimpinan di beberapa lembaga atau komisi negara," kata Enny.
"Dalam kondisi demikian, mahkamah akan masuk ke wilayah yang selama ini merupakan kewenangan pembentuk undang-undang untuk menentukannya," kata Enny.
Atas dasar itulah, keempat hakim konstitusi tersebut menolak gugatan Ghufron. Meski demikian, keempatnya kalah suara dari lima hakim konstitusi lainnya yang mengabulkan gugatan Ghufron yakni masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun.(tribun network/mar/dng/dod)