Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingginya angka kasus rabies di Indonesia diduga ada kaitannya dengan pandemi Covid-19.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr. Imran Pambudi, MPHM.
"Jadi kemarin melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Kemenko PMK, itu memang sepertinya ada hubungannya dengan pandemi covid-19," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Jumat (2/6/2023).
Pada 2020, kasus orang yang digigit ada 82.634, yang diberi vaksin anti rabies hampir 57 ribu dan sebanyak 40 orang meninggal.
Sedangkan tahun 2021 ada 57.257 kasus dan 62 orang yang meninggal.
Puncak kasus terjadi pada 2022 yaitu 104.229 kasus gigitan dengan 102 kasus kematian.
"Jadi, pada tahun 2019, 2020, 2021, itu kan zaman Covid-19, semua kegiatan berhenti. Termasuk vaksinasi terhadap hewan," paparnya lagi.
Baca juga: Dua Kabupaten di NTT Menyatakan Status KLB Rabies
Pada 2020, manusia masih di rumah sehingga tidak bersinggungan dengan hewan sehingga kasus masih tidak terlalu tinggi.
Kasus rabies mulai naik 2021 dan puncaknya 2022 setelah ada pelonggaran aturan terkait pandemi.
"Sudah mulai ada pelonggaran, efektifitas vaksin hewan yang mulai menurun, maka terjadi lonjakan 2022," kata Imran lagi.
Lebih lanjut, pada 2023 sampai saat ini sudah ada lebih dari 31 ribu gigitan rabies yang dilaporkan dengan sebelas kematian.
Kasus tertinggi pada 2023 ditemui di provinsi Bali, NTT, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Barat dan Sulawesi Utara.
Saat ini ada 25 provinsi yang menjadi endemis rabies dan hanya delapan provinsi yang bebas penyakit rabies.
Delapan rovinsi bebas rabies tersebut adalah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Barat dan Papua.