Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Kaki saya direndam pakai air yang masih mendidih. Di situ tangan diborgol, terus kaki dirantai."
Begitulah penggalan keterangan asisten rumah tangga (ART) asal Pemalang, Siti Khotimah (23) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/6/2023).
Suaranya terdengar terbata-bata menahan tangis saat menceritakan ulang penyiksaan demi penyiksaan yang dialaminya.
Dari satu kejadian itu saja, luka fisik di kakinya masih membekas hingga kini.
Majelis Hakim pun sempat meminta perwakilan Lembaga Saksi dan Korban (LPSK) membantu Imah – panggilan Siti Khotimah menunjukkan luka tersebut.
"Oh masih diperban. Ya sudah tidak usah dibuka," ujar Hakim Ketua saat melihat kondisi kaki Imah akibat penyiksaan majikannya.
Imah pun melanjutkan cerita penyiksaan yang dialaminya selama bekerja di kediaman majikannya, di sebuah apartemen Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Baca juga: ART asal Garut yang Bekerja di Arab Saudi Jadi Korban Penganiayaan Majikan
Tak hanya kaki, kepala pun turut menjadi sasaran penyiksaan oleh majikannya: Metty Kapantow (70) dan So Kasander (73), dan Jane Sander (32) dalam waktu terpisah.
"Kepala saya dipukul, dijedotin. Saya ditendang sampai ke lantai," ujarnya sembari terisak.
Perbuatan itu rupanya tak hanya dilakukan satu atau dua kali.
Berulang-ulang penyiksaan itu dilakukan terhadap Imah selama enam bulan dari total delapan bulannya bekerja.
Bahkan penyiksaan tak hanya dilakukan dengan tangan kosong.
Ada kalanya Imah dipukul menggunakan alat, seperti kursi dan besi.
"Dia (terdakwa) mencekik saya ke lantai, ke tembok. Pernah dipukul pakai kursi plastik sampai pecah. Terus dia juga memakai alat besi. Itu besinya, besi yang di motor. Bibir saya sampai enggak bisa ngomong," katanya.
Seolah tak memberi ampun, sang majikan juga disebut sampai membuat Imah tidur di kandang hewan peliharaan dengan kondisi diborgol dan dirantai.
Bahkan majikannya menuruhnya memakan kotoran hewan.
"Saya disuruh makan kotoran anjing," ujarnya.
Cerita penyiksaan demikian pun dibenarkan oleh para terdakwa sebelum Majelis Hakim menutup persidangan.
Para terdakwa kemudian meminta maaf dalam persidangan yang juga dihadiri ayah Imah itu.
"Saya mau iinta maaf atas nama keluarga besar saya. Saya harap suatu hari nanti bisa berlapang dada. Dan saya harap ke depannya saya menjadi manusia lebih baik lagi," ujar Jane Sander saat diberi kesempatan oleh Majelis Hakim.
Meski telah meminta maaf, tak lantas berarti perbuatan Jane dan kedua orang tuanya bebas dari jerat hukum.
Dia dan para pelaku lainnya telah didakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan dakwaan kesatu:
Pasal 44 ayat (2) jo Pasal 5 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jo Pasal 65 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 45 jo Pasal 5 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 351 ayat 2 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP subsidair Pasal 351 ayat 1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Kasus Siti Khotimah
Kasus ART Siti Khotimah (23) yang disiksa majikannya terjadi di perumahan elit Simprug, Jakarta Selatan.
Polisi telah menahan delapan tersangka terkait kasus ART disiksa majikan di Simprug, Jakarta Selatan ini.
Sementara Siti Khotimah, ART yang disiksa majikan di Simprug, sempat menjalani perawatan di RSUD Dr. M. Ashari, Pemalang, Jawa Tengah.
Beberapa bagian badannya mengalami luka, ia pun harus menjalani trauma healing untuk menormalkan kembali kondisi mentalnya.
Siti Khotimah memang warga Pemalang. Ia bekerja menjadi ART di Simprug sejak tujuh bulan lalu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan, kasus penganiyaan terjadap ART di Simprug tersebut terjadi di bulan September.