TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penawaran perdamaian melalui proposal yang dikeluarkan Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Subianto saat forum internasional Shangri-La Dialogue Singapura beberapa waktu yang lalu dinilai mempertaruhkan reputasi Indonesia di mata dunia yang selama ini positif.
Proposal Prabowo Subianto ditolak oleh Ukraina karena isinya dianggap aneh karena seolah-olah proposal perdamaian Rusia-Ukraina tersebut seolah-olah menempatkan Indonesia berpihak kepada Rusia.
Peneliti Studi Rusia dan Eropa Timur di Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Radityo Dharmaputra menilai, proposal itu bisa berujung mempermalukan nama Indonesia.
"Apalagi kemarin sudah sempat timbul beragam reaksi dari media-media di barat terutama dan dari tokoh politik dari negara barat dan Ukraina sendiri sudah mengatakan proposal Pak Prabowo aneh, menyerupai proposal Rusia dan tentu tidak bisa diterima,” ujar Radityo kepada wartawan Kamis (8/6/2023).
Radityo menyebut reputasi Indonesia yang dipertaruhkan.
Baca juga: Klarifikasi Gerindra Soal Prabowo Subianto Dipanggil Jokowi Buntut Proposal Damai Rusia-Ukraina
"Saya tidak akan mengatakan langsung dipermalukan, tapi dipertaruhkan di sini," katanya.
Ia melihat Prabowo Subianto mungkin melakukan kesalahan, mempermalukan Indonesia dan nama dia sendiri di forum internasional.
Radityo khawatir proposal Prabowo Subianto berpotensi cederai kepercayaan masyarakat dan pemerintah Ukraina terhadap Indonesia.
Dia mengingatkan hubungan antara Indonesia dengan Ukraina sebenarnya tebilang harmonis berkat kunjungan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ahun lalu.
Ukraina memandang Indonesia bisa mainkan peran dalam proses perdamaian antara Ukraina dengan Rusia.
Kondisi itu kini bisa terganggu akibat munculnya proposal perdamaian dari Prabowo Subianto yang ternyata tidak diketahui oleh Jokowi.
“Proposal yang terlalu terburu-buru diajukan kemarin, yang tidak berdasar, tidak masuk akal, dan tidak sesuai dengan situasi di lapangan tersebut. Justru cederai kepercayaan rakyat Ukraina dan pemerintah Ukraina tentunya,” ujar Radityo.
Radityo menilai pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Dubes Ukraina untuk Indonesia, yakni Vasyl Hamianin, setelah polemik itu muncul belum tentu membuat situasi menjadi selesai sebab, tidak ada penjelasan lengkap dari pertemuan tersebut.
“Sudah dicoba untuk diperbaiki situasinya pak prabowo kemarin bertemu dengan Dubes Ukraina kemarin dan kabar yang saya lihat di media Pak Vasyl mengatakan urusannya sudah selesai dan sudah lebih jelas sekarang."
"Tapi masalahnya kita tidak tahu sejelas apa. tentu Indonesia perlu memperbaiki reputasi,” ujarnya.
Radityo berharap Prabowo Subianto dan pemerintah Indonesia harus segera bergerak memulihkan hubungan dengan Ukraina imbas dari proposal tersebut.
Salah satu upaya terdekat misalnya memberikan ucapan duka hingga dukungan logistik bagi warga yang terdampak dari jebolnya bendungan di Ukraina yang diduga akibat konflik dengan Rusia.
Baca juga: Klarifikasi Gerindra Soal Prabowo Subianto Dipanggil Jokowi Buntut Proposal Damai Rusia-Ukraina
“Ini yang mungkin bisa dilakukan untuk memperbaiki reputasi. Karena kalau tidak, terutama di kalangan masyarakat Ukraina, Indonesia akan dianggap sebagai negara yang ternyata sama-sama membela Rusia."
"Kalau di mata dunia, Indonesia akan jadi diragukan, sebetulnya Indonesia mau jadi apa? kok proposalnya jadi mirip dengan proposal Rusia,” ujar Radityo.
Diberitakan sebelumnya Menhan Prabowo menyampaikan proposal resolusi perdamaian untuk mengakhiri perang Ukraina-Rusia saat hadir dalam forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue di Singapura, Sabtu (3/6) lalu.
Ada lima poin yang disampaikan Prabowo dalam proposal perdamaian tersebut, diantaranya :
Pertama, gencatan senjata. Dalam hal ini penghentian permusuhan di tempat pada posisi saat ini dari kedua pihak yang tengah berkonflik.
Kedua, saling mundur masing-masing 15 kilometer ke baris baru (belakang) dari posisi depan masing-masing negara saat ini.
Ketiga, membentuk pasukan pemantau. Ia menyarankan PBB diterjunkan di sepanjang zona demiliterisasi baru kedua negara itu.
Keempat, pasukan pemantau dan ahli dari PBB yang terdiri dari kontingen dari negara-negara yang disepakati oleh baik Ukraina dan Rusia.
Kelima, PBB harus mengorganisir dan melaksanakan referendum di wilayah sengketa untuk memastikan secara objektif keinginan mayoritas penduduk dari berbagai wilayah sengketa.
Usulan Prabowo tersebut mendapat respon dari pihak Ukraina maupun Rusia.
Ukraina menolak usulan tersebut karena dinilai mencerminkan usulan Rusia.
Ukraina merasa tidak butuh mediator seperti itu. Sementara itu pihak Rusia menyambut baik setiap Proposal perdamaian yang diajukan termasuk dari Menhan Indonesia.
Baca juga: TERUNGKAP Soal Surat Wasiat dari Ayah Sha Wang, Bukan Soal Uang atau Pembagian Harta Warisan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan belum pernah membahas soal usulan proposal perdamaian perang Rusia-Ukraina bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Jokowi memastikan proposal perdamaian perang di Ukraina yang diusulkan Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto bukan berasal dari dirinya.
Proposal perdamaian Rusia-Ukraina yang disampaikan pada KTT pertahanan Shangri-La Dialog di Singapura tersebut kata Jokowi, berasal dari Prabowo sendiri.
"Itu dari pak Prabowo sendiri," kata Jokowi usai menghadiri Rakernas III PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2023).
Respon Kementerian Pertahanan
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Herindra merespons polemik proposal perdamaian Rusia dan Ukraina, yang diusulkan oleh Menhan RI Prabowo Subianto.
Herindra menyebut bahwa Prabowo ingin konflik Rusia dan Ukraina segera berakhir dengan perdamaian.
"Kan udah dijawab semua kemarin. Gini, intinya kita ingin konflik Rusia-Ukraina segera selesai, damai," kata Herindra usai rapat kerja bersama Komisi I DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Herindra juga menyebut, tak menjadi masalah terkait pihak mana yang menolak atau menerima proposal tersebut.
Menurutnya, yang terpenting pesan perdamaian untuk kedua negara tersampaikan.
"Masalah nanti apa proposal ada yang nerima atau tidak, biasa. Tapi perang yang sudah setahun lebih ini menyengsarakan manusia," ucapnya.
"Kita enggak mau itu lama-lama, kita maunya segera damai, karena perang menyengsarakan masyarakat," tandasnya. (Tribunnews.com/Chaerul Umam) (Warta Kota/Panji Baskhara)