Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi telah menangkap pasangan suami-istri (pasutri) berinisial AG dan F yang merupakan perekrut dan penyalur pekerja migran ilegal (PMI) dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Namun, para pelaku tidak menggunakan visa kerja untuk 22 korban yang akan diberangkatkan, melainkan menggunakan visa ziarah.
Baca juga: 22 Orang Korban TPPO Diselamatkan, Mayoritas asal NTB dan Dijanjikan Kerja Jadi Cleaning Service
"Faktanya berdasarkan bukti visa daripada calon pekerja migran Indonesia (CPMI) tersebut adalah visa untuk berziarah ke negara Arab Saudi," kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis kepada wartawan pada Kamis (8/6/2023) malam.
Parahnya, lanjut Auliansyah, visa tersebut berlaku hanya untuk 90 hari. Artinya, visa tersebut bukan diperuntukkan untuk para korban bekerja di sana.
"Masa berlaku selama 90 hari dan bukan visa untuk bekerja di negara Arab Saudi," sambungnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya membongkar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan menangkap perekrut dan penyalur yang merupakan seorang pasangan suami-istri (pasutri).
Sang istri yang berinisial F dan suaminya AG yang menjadi dalang pengiriman pekerja migran ilegal itu ditangkap di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Baca juga: Rumah Anggota Polisi di Lampung Jadi Tempat Penampungan Korban TPPO, Mabes Polri: Didalami Propam
Auliansyah mengatakan peristiwa tersebut bermula dari adanya laporan terkait rumah di kawasan Jalan H Kotong Nomor 3 RT 11 RW 3, Kebon Jeruk, Kebon Jeruk, Jakarta Barat jadi tempat penampungan calon pekerja migran ilegal.
Di sana, ada 15 orang calon pekerja migran yang akan diberangkatkan ke Arab Saudi pada Juni nanti
"Dari 15 calon pekerja migran tersebut direkrut dan diproses dan ditempatkan oleh saudari F dan bersama dengan suaminya yaitu saudara AG," kata Auliansyah kepada wartawan, Kamis (8/6/2023) malam.
Setelahnya, dilakukan pengembangan ke kediaman pelaku yang berada di Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Baca juga: Polri Klaim 500 Kasus TPPO Sudah Ditindak Sejak 3 Tahun Terakhir, 500 Tersangka Masuk Bui
Di sana, pihak kepolisian mendapatkan 9 paspor dan visa calon pekerja migran ilegal. Mereka direncanakan akan berangkat pada 7 Juni 2023 ke Arab Saudi.
Setelah diselidiki lagi, Kamis (8/6/2023) pukul 14.33 WIB, pihak kepolisian kembali mengamankan 7 pekerja migran ilegal lainnya di PT UBS yang berlokasi Cijantung, Jakarta Timur.
"Didapatkan 7 orang Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang akan diberangkatkan 2 bekerja ke negara Arab Saudi. Yang mana keseluruhan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) sudah memiliki paspor dan visa," imbuhnya.
Kerja Jadi Cleaning Service
Auliansyah mengatakan para pelaku menjanjikan para korban yang rata-rata berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB) itu untuk bekerja sebagai cleaning service di Arab Saudi.
Baca juga: Polri Bakal Tindak Tegas Anggotanya Hingga Aparat Pemerintah yang Jadi Beking Sindikat TPPO
"Para tersangka merekrut korban calon pekerja migran Indonesia (CPMI) dengan iming-iming bekerja untuk menjadi cleaning service di negara Arab Saudi.
Auliansyah belum merinci berapa biaya yang harus dikeluarkan para korban kepada para pelaku.
Selanjutnya, berkoordinasi dengan Kementerian Sosial, 22 orang korban tersebut akan ditempatkan di panti rehabilitasi.
"Kami akan berkoordinasi dengan Kementrian Sosial yang nanti akan kami tempatkan di balai rehabilitasi sosial milik Kemensos yaitu di Watunas Mulia Jaya rumah perlindungan di Bambu Apus," imbuhnya.
Baca juga: Polisi Gagalkan Perdagangan Orang di Lampung, 24 Korban Berhasil Diselamatkan
Dalam kasus ini, Polsi juga menyita berbagai macam alat bukti diantaranya 18 buah paspor dan visa, 10 tiket pesawat rute penerbangan Surabaya-Singapura tertanggal 7 Juni 2023, 9 pesawat rute penerbangan Singapura-Sri Langka-Riyadh tertanggal 7 Juni 2023.
Atas kasus tersebut, mereka dijerat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang Dan Atau Pasal 81 Jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Dan Atau Pasal 53 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun.