News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Lukas Enembe

Alasan Lukas Enembe Tunda Sidang Perdana Versi JPU KPK: Terdakwa Tak Mau Keluar Kamar

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang perdana pembacaan dakwaan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe pada Swnin (12/6/2023) hari ini ditunda. Versi kuasa hukum Lukas Enembe minta sidang ditunda karena sakit tapi JPU berpendapat lain, jaksa sebut Enembe enggan keluar kamar rutan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perdana pembacaan dakwaan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe yang semula digelar hari ini mesti ditunda pada Senin (19/6/2023) pekan depan.

Versi penasihat hukum, Lukas Enembe mengaku sakit dan meminta dihadirkan secara langsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sementara tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) berpendapat lain.

Jaksa menyebut Lukas Enembe enggan keluar dari kamar rumah tahanan negara (rutan).

"Tadi pagi kita ada kendala, terdakwa tidak mau keluar kamar karena memohon offline, kemudian yang bersangkutan bersedia di kamar kunjungan," ujar jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/6/2023).

Terkait dalih Lukas Enembe yang sedang sakit, JPU belum bisa memberi kepastian.

Pasalnya tim jaksa perlu mengonfirmasi ke pihak dokter yang merawat Lukas Enembe.

"Kami mohon waktu koordinasi dengan dokter KPK di sana sekaligus melakukan pengecekan," kata jaksa.

Pada akhirnya, permintaan Lukas Enembe dan tim penasihat hukum soal penundaan sidang perdana disetujui oleh hakim.

Lukas Enembe akan hadir langsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Senin pekan depan.

"Sidang telah selesai dan akan dilanjutkan kembali pada hari Senin tanggal 19 Juni 2023. Saudara (Lukas Enembe, red.) kembali lagi ke tahanan dan jaga kesehatan. Demikian, saya nyatakan selesai," ucap Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh diiringi ketukan palu, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/6/2023).

Tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua, Gubernur Papua, Lukas Enembe tiba di Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan perdana di Jakarta, Kamis (12/1/2023). Gubernur Papua, Lukas Enembe menjalani pemeriksaan perdana usai ditahan dan dibantarkan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, pada Rabu (11/1/2023).?TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sebelumnya, KPK mengungkapkan bahwa Lukas Enembe akan didakwa menerima uang total Rp46,8 miliar dari pelbagai pihak swasta.

"Tim jaksa mendakwa total senilai Rp46,8 miliar yang diterima terdakwa Lukas Enembe dari beberapa pihak swasta," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (31/5/2023).

KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.

Salah satu penyuapnya ialah Rijatono Lakka. Lakka adalah Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo yang bergerak di bidang alat-alat kesehatan, industri farmasi dan obat-obatan; Direktur PT Tabi Bangun Papua, perusahaan bidang konstruksi dan bangunan; dan sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu.

Lakka telah didakwa memberikan suap senilai Rp35,429 miliar kepada Lukas Enembe dalam bentuk uang tunai dan pembangunan aset-aset milik Gubernur Papua periode 2018-2023 tersebut.

Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/4/2023), jaksa KPK mengatakan Rijatono Lakka memberi hadiah sebesar Rp35.429.555.850 yang terdiri atas uang sebesar Rp1 miliar dan pembangunan atau renovasi fisik aset-aset senilai Rp34.429.555.850 kepada Lukas Enembe.

Baca juga: Lukas Enembe Jalani Sidang Perdana Hari Ini, Bakal Didakwa KPK Terima Suap Rp 46,8 Miliar

Hal itu dilakukan dengan maksud agar Lukas Enembe bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua periode 2018-2021, Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2018-2021.

Atas intervensi Lukas Enembe melalui Gerius One Yoman, selama 2018-2021 Rijatono Lakka sudah memperoleh 12 proyek bersumber dari APBD Papua dengan total nilai proyek Rp110.469.553.936.

Atas perbuatannya itu, JPU KPK menuntut Rijatono Lakka agar dihukum 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini