TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto membuka Jakarta Geopolitical Forum (JGF) VII tahun 2023 di Hotel Borobudur Jakarta pada Rabu (14/6/2023).
Dalam sambutan pembukanya, Andi Widjajanto mendorong terobosan agar ASEAN tak terjebak dalam rivalitas strategis yang saat ini tengah berlangsung di dunia.
Andi menjelaskan tujuan digelarnya forum tersebut adalah untuk mengantisipasi kompetisi di antara negara-negara dalam pengelolaan konektivitas dan rantai pasok global di wilayah ASEAN.
Saat ini, kata dia, negara-negara ASEAN tampak menjadi semakin enggan untuk berkolaborasi dalam era diskonektivitas.
Istilah-istilah seperti otonomi strategis, istilah decoupling, istilah derisking, kata dia, merongrong upaya untuk menciptakan rantai pasok global yang berkelanjutan di kawasan.
Baca juga: Gubernur Lemhannas: Usulan Menhan Prabowo untuk Rusia-Ukraina Tekankan Solusi Damai
ASEAN, kata dia, sekali lagi gagal untuk memahami bahwa saat ini kita telah memasuki era saling ketergantungan yang kompleks.
Saat ini, kata dia, sudah banyak teori dan gagasan yang bisa digunakan untuk menciptakan perdamaian global.
Tapi, kata dia, realitasnya perdamaian dunia dan stabilitas global sangat sangat sulit untuk dicapai.
Saat ini, kata dia, dunia melihat konflik yang sedang terjadi antara Rusia dan Ukraina, juga ketegangan yang meningkat antara AS dan China.
"Dan kita Indonesia dengan negara-negara di Asia Tenggara di belahan dunia bagian selatan dipaksa untuk memilih blok AS, blok China, atau blok Rusia. Dengan demikian kita harus mencari suatu terobosan sehingga kita tidak terjebak di dalam rivalitas strategis semacam itu," kata dia.
"Saya berharap pada Jakarta Geopolitical Forum kali ini kita bisa menemukan solusi yang sangat strategis dan operasional untuk bisa kita tawarkan kepada pemerintah kita guna bisa diimplementasikan dalam menguatkan stabilitas kawasan kita," sambung dia.
Ia mengatakan, Lemhannas menyadari persoalan mendasar dalam membangun konektivitas maritim dan rantai pasok maritim di Asia Tenggara adalah persoalan perbatasan.
Penting untuk dicatat, lanjut dia, negara-negara anggota ASEAN telah membuat terobosan yang signifikan dengan menggunakan UNCLOS 1982 sebagai dasar untuk menyelesaikan persoalan perbatasan maritim.
Indonesia, kata dia, telah melakukan negosiasi perbatasan maritim dengan Singapura, Malaysia, Vietnam, dan saat ini yang sedang berjalan dengan Timor Leste, dan telah berhasil menghasilkan solusi bersama yang membangun untuk menyelesaikan persoalan perbatasan maritim.
"Saya yakin pola ini dapat dijadikan sebagai contoh untuk menyelesaikan persoalan perbatasan di kawasan kita," kata Andi.
Ia mengatakan untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas maritim, Indonesia berpegang pada pilar Komunitas Keamanan ASEAN.
Ia juga menjelaskan sejumlah kerja sama operasional yang bisa ditingkatkan antara negara-negara Anggota ASEAN di antaranya melalui transparasi dalam kebijakan pertahanan.
"Melalui pertukaran Buku Putih Pertahanan, pertukaran personel militer, dan juga menggelar latihan gabungan militer, serta bekerja sama dalam industri pertahanan," sambung dia.
Baca juga: Jakarta Geopolitical Forum Tahun Ini Angkat Topik Geo-Maritim, Bahas Laut China Selatan Hingga AUKUS
Selain itu, menurutnya negara-negara ASEAN juga perlu memperkuat diplomasi pertahanan antarnegara.
Ia mencontohkan dengan membangun hotline antara Panglima Angkatan Bersenjata dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata untuk memastikan kehadiran saluran komunikasi yang didedikasikan sepanjang waktu.
ASEAN, kata dia, juga bisa menginisiasi protokol keamanan navigasi maritim untuk mengurangi manuver kapal yang bisa menyebabkan kesalahpahaman antarnegara.
Selain itu, menurutnya ASEAN juga bisa membentuk standby force untuk dikerahkan dalam operasi penanganan bencana alam bersama di antara negara.
"Hal-hal itu adalah pilar dari Komunitas Keamanan ASEAN. Kita telah membahas hal ini sejak berdirinya ASEAN regional forum pada 1994. Dan saya yakin pilar ini juga masih relevan dan bisa diperkuat untuk meningkatkan stabilitas kawasan kita," kata Andi.
"Dan saya pikir hal ini krusial untuk menurunkan resiko geopolitik kita terkait meningkatknya kehadiran kapal angkatan bersenjata di wilayah Indo Pasifik," sambung dia.
Tema Geo-Maritim Diangkat
Sebelumnya, Andi menjelaskan penentuan geo-maritim sebagai topik utama dalam Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 sudah berlangsung sejak Jakarta Geopolotical Forum VI tahun lalu.
Berdasarkan kajian cepat yang dilakukan Lemhannas, kata dia, saat ini dunia telah memasuki era Geopolitik 5.0.
Berdasarkan kajian-kajian literatur, kata dia, karakter utama era Geopolitik 5.0 berkaitan dengan infrastruktur dan konektivitas yang bersifat global.
Inftastruktur dan konektivitas global, kata dia, akan sangat terasa pengaruhnya untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan atau negara maritim dengan letak yang sangat strategis.
Hal tersebut disampaikannya dalam tayangan Podcast Lemhannas RI: Menuju Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 di kanal Youtube Lemhannas RI dikutip Senin (12/6/2023).
"Sehingga di Jakarta Geopolitical Forum keenam dan ketujuh diputuskan tetap menggunakan tema utama geo-maritim," kata Andi.
Bedanya, kata Andi, Jakarta Geopolitical Forum VI membahas secara global mengingat saat itu Indonesia memegang keketuaan G20
Sehingga Jakarta, lanjut dia, Indonesia bisa menawarkan gagasan-gagasan global tentang geo-maritim.
Namun pada Jakarta Geopolitical Forum VII tahun ini, kata Andi, berbarengan dengan keketuaan Indonesia di ASEAN.
Sehingga, kata dia, fokus pembahasan akan lebih ke wilayah Indo-Pasifik.
"Jadi kita akan berbicara tentang masalah-masalah tradisional yang kita miliki seperti terutama Laut China Selatan, kita juga akan membahas dinamika gelar maritim yang di kawasan ini. Ada indikasi kecenderungan Tiongkok akan menjadi kekuatan maritim utama di kawasan melampaui Amerika Serikat," kata Andi.
"Tapi kita juga melihat bagaimana Amerika Serikat kemudian mengantisipasinya antara lain dengan menggelar minilateral-minilateral baru seperti Quad dan Aukus. Kita juga melihat kemungkinan ada eskalasi ketegangan maritim di kawasan ini yang nanti berpusat di kompetisi Amerika Serikat dan China seputaran Taiwan, Korea, dan juga nantinya di Laut China Selatan," sambung dia.
Kegiatan tersebut akan digelar pada 14 dan 15 Juni 2023 di Jakarta dengan tema "ASEAN's Future: Addresing the Region's Geo-Maritime Rifts".
Dalam gelaran tersebut, sejumlah pakar dan pemerhati geopolitik Asia Tenggara akan diundang.
Mereka di antaranya berasal dari enam negara yakni Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Indonesia.