TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) pada tahun 2023 mengalami kenaikan skor sebesar 0,97 poin menjadi 75,40, naik dibanding tahun 2022 silam yang hanya 74,43.
Komisioner Bidang Penelitian dan Dokumentasi Komisi Informasi (KI) Pusat RI, Rospita Vici Paulyn mengatakan skor IKIP 2023 itu naik melebihi target yang telah ditetapkan sebanyak 73 poin.
"Kami patut bersyukur hasil IKIP yang diperoleh berada pada skor 75,40. Artinya masih berada pada kategori sedang dan mengalami peningkatan 0,97 poin dibandingkan 2022 yang berada pada skor 74,43," ujar Vici pada acara National Assessment Council (NAC) Forum IKIP 2023 yang digelar di Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Ada lima provinsi yang memperoleh skor IKIP dalam kategori 'baik', yakni Jawa Barat, Riau, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Aceh.
Kemudian 29 provinsi lainnya berada dalam kategori 'sedang.
Sementara lima provinsi dengan skor terendah adalah Maluku, Papua Barat, Maluku Utara, Papua, dan Gorontalo.
Baca juga: Peringatan Hari Ibu, Komisi Informasi Soroti Hak Atas Keterbukaan Informasi Publik bagi Perempuan
Meski ada ada peningkatan, kata Vici, nyatanya pengukuran indeks ini belum mencerminkan realitas sesungguhnya di lapangan.
Pasalnya, berdasarkan hasil FGD yang dilakukan di 34 provinsi, sebagian Kelompok Kerja Daerah (Pokjada) masih belum maksimal dalam penyajian data dan fakta yang penting sebagai dasar pengukuran indeks untuk dapat dipertanggungjawabkan kepada para Informan Ahli Daerah.
Selain itu, kata Vici, masih ada mindset atau anggapan bahwa IKIP adalah ajang kompetisi.
Maka kemudian Informan Ahli yang dipilih adalah yang bisa dikondisikan sesuai keinginan demi menaikkan nilai IKIP di provinsinya, tanpa didukung data dan fakta yang valid.
"Padahal, IKIP merupakan helicopter view untuk melihat bagaimana potret keterbukaan di setiap provinsi sesuai kenyataan yang ada, sehingga sangat dibutuhkan objektivitas dalam penyajian data fakta maupun dalam memberikan penilaian, apakah benar pemerintah/badan publik sudah sedemikian terbukanya, dan informasi yang disajikan sudah memiliki dampak dan memberi manfaat bagi masyarakat," kata Vici yang juga merupakan penanggungjawab IKIP 2023.
Baca juga: TASPEN Kembali Raih Penghargaan Badan Publik Informatif dari Komisi Informasi Pusat
Vici menekankan kepada seluruh provinsi bahwa IKIP merupakan survei dan bukanlah kompetisi, sehingga provinsi tidak perlu berlomba-lomba memperoleh nilai tertinggi.
"Sebaliknya IKIP memerlukan penyediaan data dan fakta yang relevan serta penilaian yang objektif, agar hasilnya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebab hasil IKIP dapat dijadikan rujukan dalam indeks-indeks komposit lainnya seperti IDI dan lain sebagainya," katanya.
Komisi Informasi Pusat RI selama tiga hari menggelar forum pengolahan dan penilaian IKIP tingkat Nasional yang disebut National Assessment Council (NAC) Forum IKIP 2023 sebagai forum soft launching atas hasil IKIP tahun 2023.
Forum ini dihadiri oleh para Informan Ahli Nasional, Tim Ahli IKIP, perwakilan Komisi Informasi dari 34 provinsi, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dari 34 provinsi, dan undangan yang berkenan hadir mengikuti, baik secara luring maupun daring.
Baca juga: Komisi Informasi Pusat Beri Apresiasi terhadap 10 Desa, dari Provinsi Sumsel hingga Maluku Utara
Penyusunan IKIP ini merupakan program prioritas nasional untuk mengukur sejauh mana implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di seluruh provinsi di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat, Arya Sandhiyudha menyampaikan tujuan pelaksanaan NAC Forum IKIP 2023 ini adalah untuk memberikan penilaian IKIP Nasional 2023 oleh para Informan Ahli Nasional, menganalisis Data IKIP Nasional 2023, dan memberikan hasil IKIP Nasional 2023.
Perjalanan IKIP 2023 dilaksanakan sejak bulan Februari mulai dari tahapan penyusunan dasar hukum, bimbingan teknis kepada seluruh Kelompok Kerja Daerah, Penentuan Informan Ahli Daerah, Pengumpulan data dan fakta oleh Pokja Daerah, Pengisian Kuesioner, FGD di 34 hingga NAC Forum IKIP 2023.
IKIP disusun dengan maksud mendapatkan gambaran pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik tingkat provinsi dan nasional.
Baca juga: Jabar Tertinggi Indeks Keterbukaan Informasi 2022, Ini Penjelasan Komisi Informasi Pusat
Gambaran yang dimaksud lebih dari sekadar informasi sejauh mana ketaatan Badan Publik dalam menjalankan kewajibannya sebagaimana yang diamanatkan UU.
IKIP memberikan data, fakta dan informasi terkait upaya-upaya pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, dalam melaksanakan kewajibannya di 34 provinsi.
IKIP dapat menggambarkan disparitas baik antara pemerintah pusat dengan daerah maupun antar daerah, juga kesenjangan antara Jawa dengan luar Jawa, dan antara wilayah Barat dan Timur Indonesia.
Selain itu, ada beberapa tujuan lain yang pada gilirannya akan membawa manfaat besar baik bagi masyarakat maupun negara dalam rangka penyelenggaraan pembangunan manusia serta perubahan sosial dan ekonomi.
IKIP juga memotret seberapa jauh akses publik terhadap informasi terbuka.
Baca juga: Komisi Informasi Pusat Siap Mengawal Pemilu 2024
Badan Publik diharapkan termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi memberi layanan informasi publik yang prima, agar ide pemerintahan terbuka, transparan dan akuntabel cepat terwujud.
Komisioner Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik Gede Narayana menyebut jika Indeks Keterbukaan Publik di suatu daerah kecil atau minim, maka tidak akan terjadi good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan efisien, yang artinya juga berdampak pada kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.
Tata kelola pemerintahan yang baik hanya akan terwujud bila terdapat fondasi kualitas informasi dan layanan yang diberikan berkualitas.
IKIP menganalisis tiga aspek penting yang mencakup kepatuhan badan publik terhadap UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), persepsi masyarakat terhadap UU KIP maupun haknya atas informasi, dan kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi terutama kepatuhan dalam melaksanakan putusan sengketa informasi publik untuk menjamin hak masyarakat atas informasi.
Aspek yang diukur adalah relevansi keterbukaan informasi bagi politik, ekonomi, dan hukum. Ketiga hal ini merupakan bidang-bidang penting yang menjadi pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.